Kebut Megaproyek Listrik, PLN Targetkan Garap 12 GW Tahun Ini

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Arnold Sirait
28/1/2016, 21.01 WIB

KATADATA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mulai mempercepat penyelesaian proyek pembangkit listrik 35 gigawatt (GW). Tahun ini PLN menargetkan dapat menggarap 12 GW pembangkit listrik. Besaran ini sesuai dengan kekurangan pembangunan pembangkit yang dikerjakan selama 2015.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan tambahan sebesar 12 GW tersebut akan fokus pada pembangkit skala menengah dan kecil. Salah satu contohnya adalah pembangkit listrik tenaga gas (PLTG). Penggarapan proyek ini diperkirakan memakan waktu tiga tahun. "Sehingga akhir tahun 2019 program 35 GW ini bisa selesai dengan baik," ujarnya saat melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Energi, di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (28/1).

Tahun lalu PLN berhasil menandatangani proyek pembangkit sebesar 17 GW. Dari angka tersebut, 13 GW merupakan proyek baru, sementara 4 GW merupakan proyek lama yang belum terselesaikan. Sayangnya, sampai saat ini pembangkit listrik yang sudah terbangun masih sangat kecil. (Baca: Megaproyek Listrik, Pemerintah Baru Bangun Pembangkit 100 Megawatt)

Satu-satunya pembangkit 35 GW yang terbangun pada tahun lalu hanya 100 MW, yakni PLTG Gorontalo dengan kapasitas 4 x 25 megawatt (MW). Sementara beberapa proyek masih dalam tahap konstruksi seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatigede dengan 2 x 55 MW. Ada juga PLTA Upper Cisokan yang masih dalam tahap konstruksi dengan kapasitas 4 x 250 MW.

Sofyan menyadari salah satu hal yang dapat menjadi kendala pembangunan proyek listrik adalah pembiayaan. Investor membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membangun pembangkit listrik. Makanya PLN membuat persyaratan sangat ketat mengenai hal ini. "Syaratnya kami minta garansi lebih besar dan uang muka lebih besar,” ujarnya. Dengan begitu investor yang terpilih dapat menyelesaikan proyek tersebut sampai selesai. (Baca: Sudirman-Rizal Beda Pendapat Soal Proyek Listrik 35.000 MW)

Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur kelistrikan, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IX. Perpres ini akan menjadi dasar hukum yang kuat bagi PLN untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Sehingga rasio elektrifikasi di Indonesia bisa mencapai 97,2 persen pada 2019.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan rasio elektrifikasi Indonesia saat ini baru 87,5 persen. Sementara sampai 2015, kapasitas listrik terpasang di Indonesia baru mencapai 53 GW dengan energi terjual mencapai 220 terra watt jam (TWH). Untuk mencapai rasio elektrifikasi hingga 97,2 persen pada 2019, diperlukan pertumbuhan pembangunan infrastruktur  ketenagalistrikan sekitar 8,8 persen per tahun.

“Ini berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun dengan asumsi elastisitas 1,2,” kata Darmin kepada wartawan saat peluncuran Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IX, seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, Rabu (27/1). (Baca: Ada 113 Lokasi Megaproyek Listrik 35 GW Masih Bermasalah)

Pemerintah, kata Darmin, juga akan memberikan beberapa kemudahan kepada PLN seperti menjamin penyediaan energi primer, kebutuhan pendanaan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN). Pemerintah juga akan menyediakan fasilitas pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), penyederhanaan perizinan melalui PTSP, penyelesaian konflik tata ruang, penyediaan tanah serta penyelesaian masalah hukum. Bahkan, pemerintah berencana membentuk badan usaha tersendiri yang menjadi mitra PLN dalam penyediaan listrik.

Namun, PLN juga wajib mengutamakan penggunaan barang dan jasa dalam negeri melalui proses pengadaan yang inovatif. Misalnya pengadaan secara terbuka, pemberian preferensi harga kepada penyedia barang atau jasa dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang tinggi. Kemudian penerapan pengadaan yang memungkinkan pabrikan-pabrikan dalam negeri menyediakan komponen untuk sistem pembangkit listrik.

Reporter: Miftah Ardhian