KATADATA - Setelah hampir 40 tahun tidak beroperasi, akhirnya pemerintah mengutus Komisi Eksplorasi Nasional (KEN) untuk melakukan kajian di Blok East Natuna. Kajian ini dilakukan agar blok migas di Riau ini bisa segera dilakukan rencana pengembangan lapangan (plan of development/PoD).

Ketua KEN Andang Bachtiar mengatakan, telah ada usulan dua poin yang mengerucut dalam mengelola blok east natuna ke depan. Pertama, pengembangan bersama (joint development) antar blok-blok di sekitar East Natuna. (Baca: Kontrak Blok East Natuna Masih Menunggu 2018)

“Kedua, mengintegrasikan pengembangannya dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) dan Energi Nasional serta Rencana Umum Energi Nasional (RUEN),” ujarnya di gedung Direktorat Jenderal Kelistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (27/01).

Saat ini ada tujuh blok migas yang berada di sekitar Blok East Natuna. Yakni South Natuna Sea Block B yang dipegang oleh ConocoPhillips Indonesia, Tuna (Premier Oil Indonesia), dan NE Natuna (Titan Resources Indonesia Ltd). Kemudian North Sokang (North Sokang Energy), East Sokang (Ekuator Energy Sokang), South Sokang (Consortium Lundin South Sokang dan Salamander Energy), dan Sokang (Black Platinum Investment).

Akibat belum adanya fasilitas produksi di wilayah tersebut, produksi dari delapan blok migas tersebut harus dibawa ke wilayah West Natuna. Masalahnya butuh infrastruktur pipa sepanjang 300 kilometer untuk menuju ke fasilitas produksi tersebut. (Baca: Perpanjangan Blok Natuna, di Antara Kepentingan Amerika dan Cina)

Belum adanya fasilitas produksi yang besar di wilayah east natuna, dibutuhkan pembangunan pipa produksi sepanjang 300 kilometer menuju fasilitas produksi terdekat di wilayah West Natuna. Dengan harga minyak dan gas bumi saat ini, pihak KKKS sangat sulit melakukan pengembangan terhadap wilayah kerjanya secara mandiri, karena jumlah cadangan di setiap KKKS sedikit.

Menurut dia dengan memakai joint development antar 8 blok migas di wilayah tersebut untuk membangun fasilitas bersama, akan lebih menghemat biaya. Untuk usulan ini, Pertamina sebagai operator Blok East Natuna sudah sepakat dan dakan didiskusikan dengan operastor di tujuh blok lainnya.

Selain itu, wilayah Natuna bisa dijadikan tempat untuk pembangunan industri petrokimia atau kebutuhan bahan bakar. Bisa juga menjadi pemasok untuk pembangkit listrik di daerah lain seperti Kalimantan Barat, yang selama ini ribut karena mendapat pasokan dari Serawak, Malaysia.

KEN akan membentuk tim khusus untuk menyelaraskan dua poin usulan tersebut. Tim ini akan mengkaji skema joint development yang akan mengacu pada RIPIN dan RUEN. Hasilnya akan diajukan kepada pemerintah sebagai usulan skema PoD yang akan digunakan di wilayah East Natuna. Andang berharap tim ini akan mulai bekerja pada akhir Juni 2016. "Kami matangkan konsep besarnya dulu, belum PoD. Nanti kalau muncul opsi mau FLNG, OLNG, tarik pipa ke Jawa lah, ke inilah, itu terserah," kata Andang.

Sekretasis KEN Muhamad Sani mengatakan delapan blok migas di wilayah East Sumatera memiliki total cadangan gas sebesar 30,2 triliun kaki kubik (TCF) dan minyak sebanyak 318,39 juta tangki barel (mmstb). "Bayangkan, 1 TCF gas itu bisa mengaliri 1 juta gas rumah tangga dalam 15 tahun di Amerika. Makanya ini harus kita kembangkan," ujarnya.

Reporter: Anggita Rezki Amelia