38 Perusahan Migas dan Minerba Dianggap Tidak Transparan

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Safrezi Fitra
29/9/2015, 16.39 WIB

KATADATA ? Sebanyak 38 perusahaan minyak dan gas bumi (migas) serta pertambangan mineral dan batu bara (minerba) dianggap tidak transparan. Perusahaan-perusahaan ini tercatat belum menyampaikan data pembayaran untuk melengkapi laporan EITI (Extractive Industry Transparency Initiative) tahun 2012-2013.

Ada 11 perusahaan dari total 174 perusahaan migas yang belum menyampaikan data tersebut. Sedangan di sektor minerba, ada 27 perusahaan dari total 108 perusahaan yang ada di dalam negeri.

EITI merupakan standar internasional dalam pelaporan penerimaan negara dari industri ekstraktif yang prosesnya melibatkan banyak yang terdiri atas pemerintah, bisnis, dan masyarakat sipil dan telah diterapkan di 46 negara. Pelaksanaan EITI di Indonesia berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 26 tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif.

Hal inilah yang membuat status keanggotan EITI Indonesia yang tertahan (suspended). Status suspended ini berlaku sejak 26 Februari 2015 karena Indonesia terlambat mengeluarkan laporan EITI periode 2012-2013.

Perwakilan Masyarakat Sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia Yenni Soetjipto  mendesak kepada pemerintah untuk bersikap tegasMenurut dia keengganan perusahaan untuk lapor EITI seharusnya menjadi alat evaluasi pemerintah terhadap keberadaan perusahaan-perusahaan ini.

Pelaksanaan EITI Indonesia merupakan amanat dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Artinya, kata dia, keengganan perusahaan melapor EITI bisa diartikan perlawanan terhadap upaya gerakan anti korupsi.

Yenni berharap perusahaan-perusahaan tersebut dapat segera mengirimkan laporan paling lambat pada tanggal 5 Oktober mendatang. ?Jika memungkinkan kami berharap adanya sanksi untuk yang tidak melapor seperti di announce ke media massa dan ditindaklanjuti laporannya ke Menteri dan Pemda Terkait," kata dia.

Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah mengatakan 38 perusahaan berpotensi menjadi preseden buruk bagi transparansi dan tata kelola industri esktraktif di Indonesia. Padahal pemerintah tengah berupaya mengembalikan status keanggotan EITI Indonesia yang di-suspended.

?Hal ini menunjukkan lemahnya komitmen dan keseriusan perusahaan-perusahaan tersebut untuk berlaku transparan sekaligus tidak mendukung upaya pemerintahan Jokowi dalam melakukan perbaikan transparansi dan akuntabilitas untuk industri ekstraktif di Indonesia,? kata dia dalam keterangan persnya, Selasa (29/9).

Reporter: Arnold Sirait