KATADATA ? PT Pertamina menyatakan sedang mengincar salah satu blok migas yang masa kontraknya akan berakhir. Blok migas tersebut adalah Blok Sanga-Sanga yang terletak di Kalimantan Timur.
Saat ini blok tersebut masih dipegang oleh Virginia Indonesia Company (Vico) sebagai operator dan akan habis kontraknya pada Agustus 2018. Selama hampir setengah abad Vico mengolah sumber migas dari Blok Sanga-Sanga.
Dari sisi produksi minyak, Vico memang terpaut jauh dari produsen lainnya di Indonesia. Namun, dengan berbekal gas alam dari Blok Sanga-Sanga, Vico tergolong produsen gas bumi yang patut diperhitungkan.
Hingga saat ini Blok Sanga-Sanga masih memiliki cadangan minyak sebesar 13.232 MSTB (thousand stock tank barrel) dan cadangan gasnya 448,96 miliar kaki kubik (BSCF). Sementara produksinya sebesar 16.733 barel setara minyak per hari (BOEPD).
Pertimbangan cadangan migas dan produksi yang masih besar inilah yang membuat Pertamina tertarik mengambilalih Blok Sanga-Sanga setelah kontraknya dengan Vico habis. Pertimbangan lainnya adalah lokasi yang dekat dengan Blok Mahakam, yang akan diberikan oleh pemerintah pada 2018. "Jika dimungkinkan dapat diintegrasikan dengan lapangan Pertamina sehingga lebih efektif dan efisien dalam pengelolaannya," ujar Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, di Jakarta, kemarin.
VICO mengoperasikan tujuh lapangan produksi migas di Sanga-Sanga, yakni Badak, Nilam, Pamaguan, Semberah, Mutiara, Beras, dan Lempake. Produksi minyak dan gasnya diproses pada empat stasiun produksi. Stasiun produksi pertama yang dibangun adalah Badak (1972), diikuti Nilam (1982), Mutiara (1990), dan Semberah (1991).
(Baca Ekonografik: 8 Kontraktor Andalan Penyumbang Lifting Migas)
Awalnya Vico bernama Huffington Company Indonesia (Huffco), yang didirikan pada 1958 oleh pengusaha Amerika Serikat Roy Huffington. Sepuluh tahun kemudian bersama rekannya, Jenderal Arch Sproul, Huffington meneken kontrak pertama dengan Pertamina dengan wilayah kerja seluas 631.000 hektare di delta Sungai Mahakam, yakni Blok Sanga-Sanga.
Huffco menggarap lahan konsesi ini bersama Ultramar Indonesia Limited, Union Texas East Kalimantan Limited, dan Universe Tankships Inc. Saat eksplorasi pertama dilakukan pada 1972, Huffco tidak menemukan cadangan minyak, melainkan gas alam. Sumur baru yang dinamakan Lapangan Badak di blok tersebut, merupakan salah satu yang memiliki cadangan gas terbesar.
Pada April 1990, Pertamina memperpanjang kontrak Huffco selama 20 tahun, yang berlaku mulai Agustus 1998 hingga Agustus 2018. Saat itu Huffco menjual 20 persen sahamnya kepada Chinese Petroleum Corporation (CPC) dan berganti nama menjadi Vico. Dengan penjualan tersebut Union Texas dan Ultramar menjadi pemegang saham mayoritas di Vico.
(Baca Ekonografik: Proyek Migas Masa Depan)
Meski beralih kepemilikan, kontrak bagi hasil dengan Pertamina tidak berubah. Pada kontrak tahap dua ini, banyak perusahaan yang masuk ke Blok Sanga-Sanga, dengan mengakuisisi perusahaan lama yang sudah bekerjasama dengan Vico.
BP masuk dalam Blok Sanga Sanga dengan mengakuisisi ARCO. Dua tahun kemudian, Eni masuk dengan mengakuisisi Lasmo. Kedua perusahaan ini mendapat working interest 37,8 persen dalam blok tersebut.
Mitra lainnya adalah OPIC Oil, (yang terafiliasi dengan CPC) memiliki 20 persen dan konsorsium Jepang Universe Oil & Gas memegang 4,4 persen working interest. Sedangkan sisanya dipegang Vico.