PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum sebagai induk holding BUMN pertambangan mendukung proyek gasifikasi batu bara PT Bukit Asam Tbk atau PTBA dengan Air Products. Namun, perusahaan ingin proyek tersebut dijalankan jika telah mencapai nilai keekonomian.
Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moedak mengatakan proyek tersebut sebenarnya bisa memberikan dampak yang positif bagi perusahaan. Apalagi, perusahaan ingin berekspansi di bisnis hilirisasi pertambangan minerba.
"Kalau dari kami mendukung selama proyek itu masuk keekonomian. Ini bagian dari rencana mereka dalam kegiatan hilirisasi, kami dukung, tapi pelaksanannya tergantung PTBA," ujar Orias dalam Konferensi Pers virtual, Jumat (15/5).
Sebelumnya, PTBA berencana menandatangani perjanjian final kerja sama pembangunan proyek gasifikasi. Penandatanganan dilakukan antara PTBA, Pertamina dan Air Products yang merupakan perusahaan asal Amerika Serikat.
Kegiatan itu rencananya digelar berbarengan dengan kedatangan Presiden Joko Widodo di perhelatan ASEAN-US Special Summit pada 14 Maret 2020. Namun, Ameriksa Serikat menunda pertemuan dengan para pemimpin negara di Asia Tenggara karena pandemi corona.
Jika perjanjian kerja sama berhasil dilaksanakan, ketiga perusahaan akan membentuk perusahaan patungan atau joint vanture. Rencananya, Air Product akan menjadi pemegang saham mayoritas dalam perusahaan tersebut.
Adapun, proyek gasifikasi batu bara itu bakal dibangun di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. PTBA tengah menyelesaikan desain awal atau Front and Engineering Design (FEED).
Dengan begitu, proses pengerjaan proyek bisa segera memasuki tahap engineering procurement construction (EPC). Proyek yang menelan biaya investasi sebesar US$ 3,5 miliar itu ditargetkan bisa beroperasi pada 2023.
(Baca: Imbas Pandemi Covid-19, PTBA Pertimbangkan Revisi Belanja Modal 2020)
Di sisi lain, Air Products juga menandatangi perjanjian kerja sama gasifikasi batu bara dengan PT Bakrie Capital Indonesia dan PT Ithaca Resources. Nilai investasi untuk proyek tersebut mencapai US$ 2 miliar.
Juru Bicara Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengatakan proyek itu dapat mengurangi defisit transaksi berjalan Indonesia, dan berpotensi menjadi sumber devisa negara. "Ini sejalan dengan harapan pemerintah yang terus mendorong produksi nasional dalam berbagai bidang,” kata Jodi seperti dikutip berdasarkan keterangan tertulis, Kamis (14/5).
Di samping itu, proyek tersebut dapat mengurangi ketergantungan impor methanol. Apalagi methanol merupakan barang paling strategis bagi Indonesia.
Produk methanol tidak hanya untuk memenuhi produksi bahan kimia, tetapi juga untuk mendukung implementasi program biodiese. Pemerintah telah memutuskan melanjutkan proyek biodiesel 30% atau B30.
Selain Coal to Methanol (CTM), gasifikasi batu bara juga dapat dijadikan syngas untuk diproses menjadi Dimethyl Ether (DME) yang menjadi bahan baku LPG. Sehingga dapat mengurangi impor gas untuk LPG. Proses produk hilir dari gas ini juga bisa dijadikan amonia hingga pupuk.
(Baca: Pemerintah Percepat Proyek Gasifikasi Batu Bara Meski Ada Virus Corona)