Bantah Pro Korporasi, DPR Beberkan Alasan Sahkan UU Minerba

ANTARA FOTO/Didik Setiawan/wpa/hp.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif (kanan) menerima draft pandangan mini fraksi yang diserahkan oleh anggota Komisi VII DPR Fraksi PAN, Eddy Soeparno dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/5/2020). DPR membeberkan alasan pengesahan UU Minerba.
28/7/2020, 19.45 WIB

Pengesahan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara atau UU Minerba dianggap mengakomodir kepentingan perusahaan tambang. Namun, DPR RI menyebut pengesahan aturan tersebut berdasarkan kepentingan bangsa dan negara.

Anggota Komisi VII DPR Maman Abdurahaman menjelaskan pengesahan UU Minerba di tengah pandemi merupakan upaya menimalisir dampak dari Covid-19. Apalagi, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) sejumlah perusahaan batu bara segera berakhir.

Menurut dia, para pengusaha memerlukan kepastian kontrak untuk berinvestasi di Indonesia. Selain itu, kepastian hukum dapat mengurangi tingkat pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Mengapa pas Covid-19 harus kami selesaikan? Dampak dari Covid-19 itu banyak PHK. Harapan kami, UU Minerba bisa menekan risiko tersebut," kata Maman dalam diskusi secara virtual, Selasa (28/7).

Di sisi lain, tanpa kepastian hukum, suplai batu bara ke pembangkit bakal terganggu. Hal itu dapat mempengaruhi pasokan listrik secara nasional.

"Kalau tidak ada pasokan batu bara, PLN mau dapat batu bara darimana kalau misal mereka tidak dapat, mereka mati lampu," ujarnya.

Sedangkan Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan UU Minerba merupakan upaya pemerintah dalam memperbaiki tata kelola tambang di Indonesia. Pemerintah ingin memberikan kepastian hukum agar investasi terus meningkatkan.

Selain itu, pengesahan UU Minerba ditujukan agar perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) melaksanakan reklamasi dan pasca-tambang hingga 100 persen. Hal itu juga sebagai upaya pemerintah dalam menjaga lingkungan bekas operasi tambang.

"Reklamasi harus 100 persen kalau tidak berhasil ada pidana dan denda," kata Sujatmiko.

Reporter: Verda Nano Setiawan