Inpex Corporation akhirnya buka suara terkait alasan Shell Upstream Overseas Ltd. berencana keluar dari proyek Blok Masela. Menurut perusahaan asal Jepang tersebut hengkangnya Shell lantaran investasi di negara lain lebih menguntungkan daripada di Indonesia.
Meski demikian, VP Corporate Service Inpex Henry Banjarnahor menegaskan pihaknya selaku operator tetap berkomitmen merealisasikan proyek tersebut.
"Mereka (Shell) datang ke Inpex mengatakan ingin divestasikan work in interest-nya di Blok Masela. Mereka melihat portofolio mereka di seluruh dunia dan menganggap investasi di negara lain lebih menguntungkan," ujar Henry dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Senin (24/8).
Dalam merealisasikan divestasi tersebut Shell berencana akan membuka data room Blok Masela untuk ditawarkan ke beberapa perusahaan. Adapun data tersebut meliputi data sumur, data seismik, dan data komersial Blok Masela.
Menurutnya, Shell telah mendapatkan persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membuka data tersebut. Pasalnya, kewenangan untuk mengakses data room perlu persetujuan pemerintah.
"Kami memintakan izin melalui SKK Migas ke BKPM. Surat telah ditandatangani dan Shell akan mulai (tawarkan) ke potential buyer," ujarnya.
Sementara, Anggota Komisi VII DPR RI Rudy Mas’ud menilai bahwa investasi hulu migas di Indonesia sudah tak lagi kompetitif. Terbukti dari alasan Shell hengkang dari Blok Masela lantaran investasi di negara lain lebih menguntungkan.
Di samping itu, dia juga mempertanyakan keberlanjutan pengembangan proyek Blok Masela pasca hengkangnya Shell. Apalagi faktor anjloknya harga minyak dunia dan pasar LNG turut menekan keekonomian proyek.
Oleh karena itu Rudy menyarankan agar pengembangan Blok Masela dapat ditunda terlebih dahulu sembari menunggu harga minyak dunia dan pasar LNG global membaik.
"Apabila berkaitan dengan proyek Masela harganya tidak ekonomis baiknya simpan dulu barang ini untuk next generation. Biar bisa menekan produksi lebih murah. Karena kegiatan ini laut dalam," katanya.