Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mendorong dan fasilitasi pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan dua anak buah kapal atau ABK Indonesia yang dilarung ke laut. Kedua ABK itu meninggal pada Desember 2019 dan Maret 2020 di atas kapal berbendera Tiongkok, Long Xing 629.
Perusahaan yang bertangung jawab, PT KBS, akhirnya sepakat memenuhi hak-hak dua AKB setelah bertemu dengan Kemenlu pada 13 Mei 2020 dan 27 Agustus 2020. Seluruh hak berupa gaji, deposit, santunan dan asuransi telah diberikan kepada ahli waris Alm S dan Alm Ar secara penuh sesuai PP No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.
"Pemenuhan hak itu terlaksana berkat kerjasama Kemlu dan kementerian atau lembaga terkait serta Serikat Pekerja Perikanan Indonesia," ujar keterangan tertulis Kemenlu pada Sabtu (29/8).
Sebelumnya, Kemenlu mengungkapkan Pemerintah Indonesia telah memberi perhatian serius terhadap permasalahan yang dialami ABK Indonesia di kapal Long Xin 605, Long Xin 629, dan Tian Yu 8. Diketahui, ketiga kapal tersebut membawa 46 ABK asal Indonesia dan 15 diantaranya berasal dari Kapal Long Xin 629.
Kemenlu telah memfasilitasi kepulangan dan meminta klarifikasi ke pemerintah Tiongkok terkait kasus pelarungan dan perbudakan ABK. Kemenlu bahkan memanggil Duta besar Tiongkok untuk Indonesia untuk meminta jawaban yang jelas terkait kasus tersebut.
Selain itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing, Tiongkok, telah menyampaikan nota diplomatik meminta klarifikasi mengenai kasus itu. Namun, Tiongkok hanya menyebut pelarungan jenazah dilaksanakan sesuai praktek kelautan internasional untuk menjaga kesehatan awak kapal lainnya.
Kasus pelarungan ABK Indonesia terungkap setelah beredar video siaran kantor berita Korea Selatan, MBC News, yang melaporkan dugaan perbudakan terhadap ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan milik Tiongkok. Para ABK dilaporkan mendapat perlakuan tidak manusiawi.
MBC News pada Rabu (6/5) menayangkan sebuah video yang menggambarkan jenazah seorang ABK asal Indonesia dibuang ke laut. Jenazah tersebut diketahui bernama Ari, berusia 24 tahun, yang meninggal karena sakit.
Selain itu, laporan MBC News juga menanyangkan kesaksian para ABK asal Indonesia terkait kondisi kerja yang tidak manusiawi. Di antaranya, dipaksa bekerja 18 jam sehari bahkan ada yang dipaksa bekerja hingga 30 jam.
Mereka diberikan istirahat selama enam jam sehari untuk kesempatan tidur dan makan. Upah yang diterima pun sungguh tidak layak.
Setelah bekerja selama 13 bulan di laut, para ABK tersebut hanya mendapat upah US$ 120 per orang atau Rp 1,8 juta (asumsi kurs Rp 15.000). Artinya, setiap orang hanya menerima kurang lebih Rp 138.000 per bulan selama 13 bulan berada di laut.