Selama pandemi corona, produksi minyak mentah global turun 15% hingga 20%. Hal ini seiring dengan melemahnya permintaan dan harga minyak. SKK Migas memastikan industri hulu migas dalam negeri dapat menjaga produksinya tidak anjlok lebih dari 10%.
Kegiatan operasi para kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS tetap berjalan karena pemerintah memberikan stimulus fiskal. Kepala Divisi Akuntansi SKK Migas Desti Melanti menyebut pihaknya telah mengusulkan sembilan insentif ke Kementerian Keuangan. “Kami masih berdiskusi, yang prioritas akan dikawal bersama,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (4/11).
Dari sembilan insentif, ada dua yang telah Kementerian Keuangan setujui. Stimulus itu adalah penundaan pembayaran dana pascatambang atau abandonment and site restoration (ASR) dan pembebasan pajak pertambahan nilai atau PPN atas penjualan gas alam cair atau LNG.
Insentif lain yang masih dalam pembahasan adalah tax holiday untuk pajak penghasilan (PPh) di semua wilayah kerja migas. Semua keringanan itu bertujuan untuk memperbaiki arus kas para kontraktor.
Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan menjaga produksi migas tetap berjalan saat ini sangat penting. Selain untuk menjaga ketahanan energi di masa depan, kegiatan itu juga mencegah kenaikan impor minyak. “Dampaknya 10 hingga 20 tahun kemudian,” ucapnya.
Fatar meyakini energi fosil masih berperan penting di masa depan, meskipun energi terbarukan kini berkembang masif. "Orang bilang mau habis. Saya perkirakan mungkin 50-100 tahun lagi masih dibutuhkan," katanya.
Industri Hulu Migas Butuh Insentif Fiskal
Model bisnis hulu migas perlu berubah untuk mencapai target 1 juta barel per hari pada 2030. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan masalah utama terhambatnya kenaikan produksi saat ini adalah mayoritas lapangan minyak dan gas bumi Indonesia sudah tua.
Perubahan model bisnis harapannya dapat mengakselerasi dan menggenjot produksi migas. “Harus lebih agresif dan efisien,” katanya pada pekan lalu.
Terdapat empat strategi untuk mengejar target 1 juta barel. Keempatnya adalah mempertahankan produksi dari lapangan yang sudah ada atau existing, mempercepat transformasi sumber daya ke cadangan, menerapkan teknologi enhanced oil recovery (EOR), dan eksplorasi.
Direktur Utama Medco Energi Hilmi Panigoro berpendapat tak mustahil bagi pemerintah mencapai target produksi itu selama fiskal yang ditawarkan menarik bagi investor. Oman, misalnya, dapat menggenjot produksinya dari 700 ribu barel menjadi lebih dari satu juta barel dengan teknologi EOR.
Regulator hulu migas negara itu memberikan kontrak sesuai kondisi lapangan migas masing-masing. Pemerintah di sana juga memberikan keuntungan yang wajar kepada investor sehingga setiap lapangan dapat dikembangkan.
Medco pernah sekali memenangkan tender untuk mengelola salah satu produksi lapangan minyak di Oman yang produksinya telah menurun. Produksi awalnya hanya 6 ribu barel per hari. Lalu, perusahaan berhasil menaikkannya menjadi 20 ribu barel per hari.
Dalam mengerjakan proyek itu, pemerintah Oman menanggung semua biaya Medco. Perusahaan hanya diminta mendongkrak produksi minyak dengan imbalan 5% dari produksi yang dihasilkan. "Setelah itu, kami mendapat tambahan insentif 12% ketika diperpanjang," ujarnya.
Strategi tersebut sebenarnya dapat diimplementasikan di Indonesia. Pemerintah dapat memulainya dengan membentuk tim yang mengidentifikasi beberapa lapangan yang bisa menjadi kandidat untuk menerpakan EOR. " Kementerian ESDM dan SKK Migas dapat mencari insentif fiskalnya," ujar Hilmi.