Menakar Kesiapan Pertamina Produksi BBM Pengganti Premium

Maksym Yemelyanov/123RF
Pemerintah akan menghapus bahan bakar minyak atau BBM jenis Premium di wilayah Jawa, Madura, dan Bali alias Jamali. Penghapusan ini harapannya dapat menurunkan emisi gas buang kendaraan bermotor.
16/11/2020, 18.31 WIB

Wacana lama itu muncul kembali. Pemerintah akan menghapus bahan bakar minyak atau BBM jenis Premium di wilayah Jawa, Madura, dan Bali alias Jamali. Kali ini target penghapusannya adalah 1 Januari 2021. Masyarakat akan didorong memakai BBM dengan oktan lebih tinggi, yang lebih ramah lingkungan.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) MR Karliansyah mengatakan penghapusan ini akan menurunkan emisi gas buang kendaraan bermotor. "Dapat dipastikan kualitas udara akan makin membaik," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (16/11).

Kementerian telah bertemu dengan Pertamina pada pekan lalu terkait rencana tersebut. Namun, Karliansyah enggan menjabat detail pembicaraan kedua pihak.

Aturan penerapan BBM ramah lingkungan tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 20 Tahun 2017 tentang Penerapan Bahan Bakar Standar Euro 4. Dalam aturan ini tertulis standar baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor harus sesuai Euro 4, yaitu memiliki research octane number atau RON 95.

Pemerintah awalnya menargetkan penghapusan Premium pada 2019. Namun, rencana ini batal di tengah jalan karena bertepatan pula dengan tahun pemilihan presiden.

Pertamina sebenarnya juga sudah melakukan upaya agar masyarakat segera beralih dari Premium beroktan 88 ke Pertalite beroktan 90. Salah satu caranya dengan memberikan promo atau diskon melalui program Langit Biru yang pemerintah canangkan sejak 24 tahun lalu.

Pejabat Sementara VP Corporate Communication Pertamina Heppy Wulansari mengatakan kebijakan penyaluran Premium sepenuhnya kewenangan pemerintah. Perusahaan energi pelat merah itu akan menyalurkan selama masih ada penugasan.

Di saat yang sama, Pertamina akan terus mengedukasi konsumen untuk menggunakan BBM ramah lingkungan dan yang lebih berkualitas. Langkah ini juga akan berdampak positif bagi mesin kendaraan konsumen dan kualitas udara.

Secara umum, konsumsi Premium dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Khusus di wilayah Jamali persentasenya di bawah 14% dari total konsumsi BBM. Artinya, minat masyarakat terhadap BBM dengan nilai oktan alias RON tinggi sudah semakin baik.

Targetnya, penjualan Premium akan turun hingga 2024. Sebaliknya, konsumsi Pertamax akan digenjot dan targetnya bakal mencapai 29,9 ribu kiloliter di 2024.  

Untuk mendorong peralihan itu, Pertamina melakukan pemerataan sebaran outlet BBM ramah lingkungan. Pada 2020, Pertamax setidaknya dijual di 5.801 outlet stasiun pengisian bahan bakar umum atau SPBU reguler dengan tambahan 4.308 outlet Pertashop. Tambahan outlet juga akan berlaku bagi Pertamax Turbo dan Pertamina Dex.

Program Langit Biru juga sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi hingga 29% pada 2030 dengan upaya sendiri. Komitmen ini merupakan tindak lanjut Kesepakatan Paris yang didukung 190 negara pada 2015.

Namun, ketika disinggung terkait kesiapan dalam penyediaan BBM pengganti Premium dan kemampuan produksi kilang, Heppy enggan berkomentar. “Kami tunggu kebijakan pemerintah dulu ya,” ucapnya.

Namun saat disinggung terkait kesiapan Pertamina dalam penyediaan BBM pengganti Premium, misalnya seperti kemampuan produksi kilang hingga kebutuhan ke depan. Pertamina sendiri belum bisa memberikan komentarnya. "Ini kita tunggu kebijakan dari pemerintah terkait premium dulu ya," ujarnya.

Berdasarkan data Pertamina, perusahaan mencatat kebutuhan konsumsi BBM jenis Premium wilayah Jamali pada saat ini rata rata mencapai 6.600 kiloliter per hari. Untuk BBM jenis Pertalite rata rata hingga 33 ribu kilo liter per hari.

Ilustrasi Premium Pertamina. (Donang Wahyu|KATADATA)

Penghapusan Premium Tunggu Perubahan Permen ESDM

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyarankan Pertamina untuk menyiapkan infrastruktur pendukung agar penggantian BBM Premium dapat terimplementasi dengan baik. Hal ini untuk menghindari persoalan distribusi. "Jangan sampai nanti distribusi Pertalite dan Pertamax tidak siap sehingga terjadi kelangkaan," ujarnya.

Untuk itu, ia mendorong agar program pembangunan kilang refinery development master plan program (RDMP) dan new grass root refinery (NGRR) untuk meningkatkan produksi BBM Euro 4 dan Euro 5 terus berjalan.

Apalagi sejauh ini Indonesia masih terus melakukan impor, baik produk maupun minyak mentah. Produksi kilang minyak belum mampu memenuhi konsumsi dalam negeri. "Dihapuskan atau tidaknya Premium, kita akan tetap impor," kata Mamit.

Rencana penghapusannya di Jamali, menurut dia, merupakan langkah positif. Pertamina juga sudah melakukan sosialisasi dengan berbagai promo atau harga khusus untuk Pertalite. Masyarakat telah siap menerima BBM beroktan 90 tersebut.

Keputusan akhir sekarang di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengeluarkan aturan distribusi Premium. Saat ini Keputusan Menteri ESDM Nomor 1851 Tahun 2018 masih berlaku terkait dengan penetapan kembali Jamali sebagai area penugasan distribusi Premium.

Kehadiran Permen itu akan membuat Pertamina wajib mendstribusikan Premium. "Persiapan lainnya adalah sosialisasi ke para pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) karena ini menyangkut penyesuaian tangki timbun dan nozzle mereka," ujarnya.

Ilustrasi SPBU Pertamina. (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)

Penghapusan Premium di Tengah Pandemi Kurang Tepat

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyebut kuota Premium di 2020 sebenarnya sudah berkurang sejak 2017. Saat itu angkanya di 12,5 juta kiloliter. Lalu, tahun ini menjadi 11 juta kiloliter.

Pertamina mencatat realisasi per September 2020 baru di angka 7,1 juta kiloliter. Konsumsi saat ini melemah karena pandemi Covid-19 menurunkan aktivitas masyarakat untuk keluar rumah. Tanpa adanya wacana penghapusan pun konsumsinya sudah rendah.

Fakta lainnya, menurut Bhima, Premium sudah sangat sulit ditemukan di SPBU, terutama di Jamali. “"Jadi rencana penghapusan BBM premium itu sekadar formalitas saja. Memang itu diniatkan sudah lama dan sistematis," ujar Bhima.

Penghapusan BBM tersebut menjadi tidak tepat di tengah pandemi. Ia melihat daya beli masyarakat kelas menengah dan miskin akan semakin tergerus. Kondisi berbeda dapat terjadi apabila harga Pertalite secara merata dijual Rp 6.450 per liter, seperti Premium.

Ada dua opsi untuk pemerintah untuk menghapus BBM tersebut. Pertama, harga Pertalite perlu mendapat subsidi seperti Premium. “Kedua, harga Pertalite sama dengan Premium dan wajib berlaku di seluruh wilayah operasi Pertamina,” katanya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal sepakat dengan rencana penghapusan Premium, asalkan pemerintah melihat kemampuan daya beli masyarakat. “Dan jangan sampai menambah impor BBM,” ucap dia.

Ia pun mengusulkan supaya pemerintah memberikan subsidi untuk BBM pengganti Premium. Apalagi di tengah perekonomian yang belum pulih akibat pandemi Covid-19.

Reporter: Verda Nano Setiawan