Upaya Pangkas Pembangkit Listrik di Tengah Banjir Pasokan Setrum

123rf
Ilustrasi. Pemerintah pangkas pembangunan pembangkit di tengah kondisi surplus listrik.
14/1/2021, 15.29 WIB
  • Surplus listrik mendorong Kementerian ESDM memangkas proyek pembangunan pembangkit, termasuk program 35 ribu megawatt.
  • Rencana ini akan masuk dalam RUPTL 2021-2030 yang akan terbit pada akhir bulan ini.
  • Ada peluang untuk meningkatkan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan.

Sejumlah proyek pembangkit listrik akan terpangkas dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik atau RUPTL 2021-2030. Pemotongan ini rencananya bakal sebesar 15,5 gigawatt (GW). Program 35 ribu megawatt (MW) bakal kena sisir. 

Pemangkasan itu bukan tanpa sebab. Proyeksi pertumbuhan listrik dalam rentang waktu tersebut lebih rendah dari sebelumnya. Pandemi virus corona yang muncul sejak awal tahun lalu telah memicu penurunan konsumsi listrik. 

Dengan kondisi tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksi rata-rata pertumbuhan listrik tahun ini hanya sekitar 4,9%. Angkanya turun dari perkiraan sebelumnya di 6,4%. 

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu belum dapat menjelaskan secara rinci pembangkit mana saja yang bakal terpangkas. Pemerintah masih terus menggodok RUPTL yang ditargetkan dapat segera rampung. 

Perubahan dalam kerangka acuan tersebut masih dapat terjadi. “Tunggu persetujuan Pak Menteri ESDM (Arifin Tasrif) dulu. Nanti akan ada launching-nya,” kata Jisman kepada Katadata.co.id, Kamis (14/1). 

Dengan pemangkasan tersebut, pemerintah berkomitmen untuk fokus pada pengembangan pembangkit energi baru terbarukan atau EBT. Target bauran energi 23% di 2025 akan terus digenjot. 

Dalam RUPTL 2019-2028, pemerintah menargetkan bauran energi bersih untuk pembangkit meningkat menjadi sebesar 23,2% pada 2028 atau dua kali lipat dari 11,4% pada 2019. Targetnya dapat terlihat pada grafik Databoks di bawah ini: 

Jisman menyebut pemerintah tidak akan mengorbankan pembangunan transmisi. Dalam RUPTL teranyar, sistem jaringan interkoneksi bakal menyeluruh di dalam pulau besar. “Akan ada penguatan di 500 kilo-Volt (kV) Jawa Bali,” ujarnya. “Kami  juga sedang mengkaji interkoneksi Sumatera Jawa dan Sumba-Paiton.”

Dalam RUPTL 2019-2018, penambahan kapasitas pembangkit listrik rencananya mencapai 56,3 gigawatt dengan proyeksi pertumbuhan 6,4%. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan di draft RUPTL 2020-2029 akan ada penurunan kapasitas menjadi 41,7 gigawatt dan pertumbuhan listrik di 4,1%. 

Ia memperkirakan dalam rencana teranyar, yaitu periode 2021-2030, bakal ada penurunan kapasitas lebih besar. Tapi pembangkit energi terbarukan kapasitasnya akan lebih besar dari perkiraan awal di 14,3 gigawatt dalam rencana 2020-2029. “Mungkin sekitar 16 gigawatt,” kata Fabby. 

Seiring target bauran energi, seharusnya pemerintah tidak lagi membangun pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU di 2025. Kapasitas energi ramah lingkungan harus lebih besar ketimbang fosil. Langkah ini pun sejalan dengan keinginan pemerintah dan PLN untuk mengurangi emisi karbon. 

Menurut hitungan IESR, kapasitas pembgankit energi terbarukan harus tumbuh 3 hingga 5 gigawatt setiap tahun sejak 2025. Dengan begitu, di 2030 bauran energi dapat mencapai minimal 35%. 

Angin Segar Pengembangan EBT

Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) mendukung langkah pemerintah memangkas sejumlah pembangkit dalam RUPTL 2021-2030. Langkah ini akan mendukung pengembangan energi terbarukan.

Ketua Umum METI Surya Darma mengatakan pasca-Covid-19 aktivitas ekonomi akan pulih. Permintaan kebutuhan energi, termasuk listrik, harapannya akan pulih. “Saat itulah energi terbarukan dapat masuk sejalan dengan transisi energi Indonesia,”ucapnya. 

Menurut laporan Pertamina Energy Institute, pembangkit merupakan penyumbang emisi karbon terbesar di negara ini. Dengan penetrasi transisi energi yang rendah, Indonesia mencetak 1,3 miliar ton karbon dioksida. Sebanyak 651 juta ton di antaranya berasal dari pembangkit listrik.

Jumlah emisi dapat ditekan karena penetrasi pembangkit energi terbarukan. Selain itu, transportasi dan industri juga turut andil dalam menghasilkan emisi karbon dioksida.

Saat ini pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU berbahan bakar batu bara masih dominan memasok listrik nasional. Hingga Juni 2020, kapasitas pembangkit di Indonesia telah mencapai 70.964 megawatt. PLTU menghasilkan 35.220 megawatt atau 50% dari total kapasitas. Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) menyusul dengan 20.537 megawatt.

Dari jumlah keseluruhan, lebih dari setengah atau 63% berada di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kawasan tersebut memiliki 44,8 gigawatt. Sumatra menyusul dengan pembangkit listrik berkapasitas 14,7 gigawatt.

Untuk menggenjot bauran energi, menurut Surya, pemerintah dapat mendorong pemanfaatan panas bumi dan air. Pengembangan dua pembangkit ramah lingkungan itu membutuhkan waktu yang lama. Karena itu, pemerintah perlu melakukan antisipasi mulai dari sekarang. Misalnya, melakukan kontrak sedini mungkin agar pembangkit panas bumi dapat mulai beroperasi dalam waktu enam hingga tujuh tahun ke depan.  

Guru besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia Profesor Iwa Garniwa juga setuju dengan langkah pemerintah memangkas sejumlah pembangkit. Surplus listrik yang terjadi saat ini membutuhkan proyeksi baru.

Proyeksi tersebut harus memasukkan program konservasi energi. “Energi terbarukan tentu akan terus meningkat meskipun masih banyak kendala untuk bertambah secara signifikan," ucapnya.

Penundaan Pembangunan Pembangkit 35 Ribu MW

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pandemi virus corona telah membuat penyerapan listrik rendah. Dampaknya, pasokan listrik dalam negeri mengalami berlebih atau over supply

Karena itu, ia berencana melakukan negosiasi ulang dengan para pengembang. Pembahasan utamanya adalah jadwal pengoperasian pembangkit skala jumbo."Kami berupaya menegosiasikan kembali, semua pihak terkena dampak pandemi corona," ujarnya pada pekan lalu.

Permintaan listrik harapannya akan pulih kembali. Salah satunya dengan menggenjot kendaraan listrik berbasis baterai. Apabila program ini berjalan lancar, kebutuhan setrum akan naik kembali. 

Arifin juga akan menggenjot penggunaan kompor listrik yang didukung transmisi ke aliran-aliran listrik tertentu. Pemerintah akan mempercepat pembangunan transmisi."Kami juga menghapus pembangkit listrik yang menggunakan diesel," kata dia.

Pada pertengahan tahun lalu Kementerian ESDM mencatat tujuh proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) terdampak pandemi virus corona. Ketujuh proyek ini kapasitasnya mencapai 6.510 MW ini dan diprediksi bakal mengalami keterlambatan jadwal operasi.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, ketujuh proyek tersebut terdiri dari lima proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), satu proyek listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) dan satu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Kementerian ESDM mencatat pembangunan pembangkit listrik sepanjang 2020 mencapai 2.866,6 megawatt atau 55% dari patokan pemerintah. Penambahan transmisi tercatat 2,648 kilometer sirkuit (kms) atau 59% dari target. Untuk gardu induk hanya 55% dari patokan atau 7.870 mega-Volt Ampere (MVA).

Penambahan jaringan distribusi tercatat hanya 27.434 kilometer sirkuit atau 59% dari target. Sedangkan penambahan gardu distribusi mencapai 2.590 mega-Volt Ampere atau 81% dari rencana pemerintah.

Sebagai informasi, pemerintah hingga kini masih terus melakukan diskusi dengan PLN terkait draf RUPTL 2021-2030 setebal 841 halaman. Kedua belah terus melakukan perbaikan sebelum mendapat persetujuan oleh Menteri ESDM.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana berharap pada bulan ini draft RUPTL dapat segera disetujui. “Sudah menuju ke arah selesai,” ujar Rida. 

Reporter: Verda Nano Setiawan