Proses alih kelola pembangkit listrik untuk operasional Blok Rokan di Riau masih terus berlangsung. PLN dipastikan akan memasok kebutuhan listrik untuk jangka panjang.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan PLN dan Pertamina telah meneken nota kesepahaman (MoU) untuk penyediaan setrum tersebut. “Untuk jangka pendek, yaitu keperluan transisi, sedang didiskusikan antara Chevron dan Pertamina," ucap Julius kepada Katadata.co.id, Kamis (21/1).
Pembangkit listrik yang masih beroperasi di Blok Rokan saat ini merupakan barang sewa Chevron sehingga tidak termasuk milik negara. Karena itu, pada saat alih kelola Agustus nanti, Pertamina tidak dapat memilikinya.
Julius memperkirakan Pertamina akan menyewa pembangkit tersebut untuk sementara waktu. “Untuk jangka panjangnya akan suplai sendiri dari PLN," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan masih ada satu pembahasan soal blok migas itu, yakni pasokan listrik. “Perlu ada negosiasi dan sedang ditawarkan secara publik juga. Mereka memakai konsultan JP Morgan,” katanya pada Selasa lalu.
PLN juga sedang berupaya masuk dalam pembangkit tersebut. Anggota Komisi VII DPR Muhammad Nasir mendorong perusahaan setrum negara itu dapat memilikinya.
Apalagi, kondisi kelistrikan saat ini sedang mengalami kelebihan pasokan. “Suruh angkut saja barangnya (pembangkit). Kami minta ketegasan di Blok Rokan,” ucapnya.
Masalah EOR Blok Rokan
Chevron telah memulai program pengeboran di Lapangan Duri, Blok Rokan, Riau pada akhir Desember 2020. Manager Corporate Communication Chevron Pacific Indonesia Sonitha Poernomo menyebut langkah ini sebagai upaya menjaga tingkat produksi pada saat transisi.
Blok Rokan menjadi andalan produksi siap jual atau lifting minyak nasional. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, kontribusi blok ini mendorong capaian Chevron pada 2018 dan mengalahkan lifting minyak ExxonMobil Cepu Ltd maupun PT Pertamina EP.
Di 2017, angkanya mencapai 228 ribu BOPD atau sekitar 30 persen produksi minyak nasional. Grafik Databoks di bawah ini menunjukkan 10 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang menyumbang lifting terbesar.
Masalah lain yang membayangi peralihan Blok Rokan adalah soal teknologi pengurasan minyak atau EOR. Chevron memiliki formula yang tidak masuk dalam penggantian biaya operasi atau cost recovery. Dengan begitu, Pertamina tidak bisa memilikinya.
Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji menyebut masalah EOR bukan perkara formulanya saja. Pertamina juga harus memiliki ketrrampilan pola injeksi. “EOR bukan teknologi yang mudah,” kata dia kemarin.
Apabila Pertamina tak kunjung memperoleh formula tersebut, maka perusahaan harus melanjutkan kembali studinya. “Hal ini memerlukan waktu yang tidak sebentar dan investasi yang tidak sedikit,” ujarnya.