Pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU, khususnya di wilayah Jawa Madura, dan Bali atau Jamali, saat ini mengalami kekurangan stok batu bara. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menyebut pemerintah dan PLN berupaya agar tidak terjadi pemadaman listrik.
Cuaca ekstrem, berupa hujan deras, yang terjadi di Kalimantan Selatan telah mengganggu pasokan batu bara. “Ada kejadian di luar kebiasaan atau di atas normal,” ucapnya dalam konferensi pers, Rabu (27/1). “Bukan menyalahkan cuaca, tapi memang hal ini mempengaruhi rantai pasokan.”
Banjir tidak hanya menggenangi area tambang, infrastruktur jalannya pun terganggu. Gangguan lainnya adalah pasokan bahan bakar minyak atau BBM untuk truk pengangkut. Cuaca ekstrem juga membuat angin kencang sehingga kapal tongkang pengangkut batu bara tidak dapat berlayar.
Waktu berlayar dari Kalsel ke Jawa pun menjadi lebih lama. Dari rata-rata hanya empat hari saja, sejak hujan deras mulai terjadi bulan ini menjadi lebih dari seminggu.
Hujan deras juga membuat batu bara menjadi basah dan lengket. “Artinya, saat dibongkar membutuhkan banyak waktu,” kata Rida. Ketika sampai di pembangkit, barang tambang ini tak bisa langsung dibakar karena nilai kalorinya akan turun. Dampaknya kapasitas pembangkit menurun karena stok batu bara yang tergerus.
Pasokan listrik pun terganggu karena sebagian pembangkit di Jamali, sebagai kawasan dengan konsumsi listrik terbesar, memakai batu bara. Beban puncak rata-ratanya di 25 gigawatt. Dari jumlah itu kontribusi batu bara mencapai 65%. Pembangkitnya tidak hanya milik PLN dan anak usahanya, sebagian juga milik produsen swasta atau IPP.
Stok batu bara untuk setiap pembangkit milik PLN biasanya sekitar 15 hari. Untuk swasta dapat lebih dari itu, sekitar 25 sampai 30 hari. Akibat banjir di Kalsel, ada beberapa pembangkit yang kondisinya siaga, darurat, dan kritis.
Cadangan batu baranya yang di bawah 10 hari ada sekitar 12 gigawatt. Hal ini membuat cadangan listrik yang tersimpan atau reserve margin di Jamali saat ini sekitar 10%. “Buat kami ini di bawah normal, tidak kelebihan pasokan,” ujar Rida. Padahal, selama pandemi Covid-19, kawasan ini mengalami over supply dengan reserve margin di atas 30%.
Ia memastikan tidak ada pemadaman listrik bulan ini, bahkan Februari hingga Maret. “Sudah ada komitmen dari para produsen batu bara,” ucapnya.
Upaya Atasi Menipisnya Stok Batu Bara
Pemerintah meminta PLN untuk menjaga keandalan pembangkitnya dan mengoptimalkan stoknya. Kalau batu bara tidak kunjung datang, maka PLN dapat memakai gas.
Apabila gas juga habis, maka terpaksa bakar bahan bakar minyak atau BBM. “Ini opsi termahal, terakhir, dan sangat-sangat terpaksa,” kata Rida.
Agar bongkar muat batu bara tidak terlambat, pemerintah juga mendorong pemakaian kapal besar ketimbang tongkang. Selain lebih tahan terhadap ombak tinggi, muatannya tidak kehujanan dan dapat mengangkut dalam jumlah besar.
Satu tongkang hanya dapat mengangkut tujuh ribuan ton batu bara, sementara kapal lebih 60 ribuan ton. Namun, masalahnya tak semua pembangkit memiliki pelabuhan untuk bersandar kapal. “PLTU Suralaya bisa melakukan ini,” ujarnya.
Direktur Mineral dan Batu Bara (Minerba) Ridwan Djamaluddin menyebut ada 54 perusahaan yang akan memenuhi pasokan batu bara domestik. PLN saat ini membutuhkan sekitar 1,2 juta ton. Sebenarnya pemerintah sudah menetapkan kebijakan domestic market obligation. Dengan target produksi sebesar 550 juta ton pada 2021, kebutuhan untuk domestik sekitar 25% atau 137 juta ton.
Sebanyak empat perusahaan tambang di Kalsel terdampak banjir. “Kami juga sedang mengidentifikasi untuk pengalihan sumber pasokan dari Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan,” kata Ridwan.
Banjir besar Kalsel tidak ada hubungannya dengan aktivitas tambang. Ia menyebut luas daerah aliran sungai atau DAS Sungai Barito sekitar 6,2 juta hektare. Luas izin tambang mencapai 1,8 juta hektare. “Namun, luas yang sudah dibuka 14 ribu hektare dan penggunaan tambanya sekitar 10 ribu hektare,” ujarnya.