Freeport Hanya Tanggung 7,5% Biaya Pembangunan Smelter di Halmahera

Arief Kamaludin | Katadata
Ilustrasi. Freeport dan Tsingshan Steel akan bangun smelter tembaga di Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara.
5/2/2021, 14.49 WIB

Pembangunan pabrik pemurnian atau smelter tembaga di Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara, diperkirakan akan menguntungkan PT Freeport Indonesia. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu hanya akan mengeluarkan biaya 7,5% dari total investasi yang mencapai US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 35 triliun.  

Sisa dana akan ditanggung oleh mitranya asal Tiongkok, Tsingshan Steel. Targetnya, kedua perusahaan akan mencapai kesepakatan pada akhir Maret tahun ini. 

Deputi Investasi & Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan skema bisnis ini menguntungkan Freeport. “Tsingshan bisa tekan capex (belanja modal) dan berani berikan pendanaan maksimal,” katanya dalam konferensi pers virtual, Jumat (5/2). 

Perusahaan tidak bisa lagi mengeluhkan pembangunan smelter tembaga yang tak ekonomis. Awalnya, Freeport akan membangun smelter di Kawasan Industri Java Integrated Industrial and Ports Estate, Gresik, Jawa Timur, senilai US$ 3 miliar. Pendanaannya 100% ditanggung oleh perusahaan. 

Terdapat dua fasilitas yang sedang perusahaan bangun, yaitu pengolahan konsentrat tembaga menjadi katoda tembaga dan pemurnian logam berharga (precious metal refinery/PMR). Namun, pembangunan pabrik pemurnian itu terus tidak menunjukkan progres. 

Hingga Juli 2020, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pembangunan smelter katoda tembaga di Gresik, Jawa Timur baru mencapai 5,86% dengan serapan biaya US$ 159 juta atau sekitar Rp 2,2 triliun. Padahal, pada tahun lalu targetnya mencapai 10,5% dari keseluruhan pembangunan.

Untuk fasilitas pemurnian logam berharga, realisasinya baru 9,79% dengan serapan biaya US$ 19,8 juta atau sekitar Rp 278 miliar. Target pembangunan ini seharusnya mencapai 14,29%.

Kapasitas pengolahan di Gresik sekitar 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Sedangkan di Weda Bay mencapai 2,4 juta ton konsentrat tembaga per tahun. 

CATL Akan Gabung dalam Smelter Freeport

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut kedua perusahaan akan membuat pabrik pemurnian tembaga menjadi kobalt dan asam sulfat. “Ini tinggal finalisasi perjanjian antara Freeport dan Tsingshan,” katanya pada Rabu lalu.  

Rencananya, produsen baterai listrik terbesar dunia asal Negeri Panda, Contemporary Amperex Technology atau CATL, juga akan ikut bergabung. Luhut memperkirakan investasi yang masuk dalam tiga tahun ke depan mencapai US$ 30 miliar atau sekitar Rp 420 triliun. 

Ia mengatakan CATL telah menandatangani komitmen investasi sebesar US$ 10 miliar atau Rp 140 triliun. Lalu, produsen kobalt asal Tiongkok, yaitu Huayou Group, bersama Tsingshan dan Freeport akan menandatangani kontrak senilai US$ 2,8 miliar atau Rp 39,2 triliun untuk smelter. “Ini akan melahirkan turunan pabrik pipa dan kawat tembaga, mungkin sampai US$ 10 miliar,” ucap Luhut.  

Reporter: Verda Nano Setiawan