Kementerian ESDM Minta PLN Tekan Susut Jaringan Hingga 9,01% 

Arief Kamaludin|KATADATA
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong PLN terus meningkatkan efisiensi untuk menekan biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkit listrik.
23/2/2021, 14.03 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong PLN terus meningkatkan efisiensi untuk menekan biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkit listrik. Salah satunya, dengan menekan susut jaringan pada sistem kelistrikan yang pada tahun ini targetnya sebesar 9,01%.

Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Munir Ahmad mengatakan target susut jaringan tenaga listrik pada 2021 diharapkan semakin baik dibandingkan tahun lalu. Target tahunan tersebut menjadi batas atas untuk penetapan realisasi jaringan tenaga listrik.

Susut jaringan yang turun sebesar 1% akan berpengaruh terhadap BPP tenaga listrik sebesar Rp 3,9 triliun."Penurunannya sangat berpengaruh terhadap besaran BPP," ujarnya dalam Webinar Efisiensi Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero),  Selasa (23/2).

Untuk realisasi susut jaringan tenaga listrik, menurut Munir, setiap tahunnya terus mengalami penurunan. Pada 2018 angkanya sebesar 9,55%. Di tahun berikutnya turun menjadi 9,35%. Lalu, realisasinya pada kuartal satu hingga tiga 2020 sebesar 8,39%.

Langkah efisiensi pun sejalan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2020. Di dalamnya tertulis, untuk meningkatkan daya saing negara perlu penyediaan tenaga listrik yang kompetitif dan efisien.

Direktur Bisnis Regional Jawa, Madura dan Bali PLN, Haryanto WS mengatakan susut jaringan penyaluran listrik selama ini memang kerap mendapat sorotan. Masalah itu sebenarnya dipengaruhi pula tingkat konsumsi per kapita. Semakin rendah tegangannya, semakin tinggi juga susut jaringannya.

Misalnya, di Malaysia konsumsi perkapita saat ini mencapai 4.600 kilowatt hour (kWh) dengan tingkat susut 5,79%. Lalu, Thailand sebesar 2.699 kilowatt hour dengan losses 6,11%. Sedangkan Indonesia konsumsinya mencapai 1.100 kilowatt hour, dengan tingkat susut 9,7%. "Kalau tegangannya tinggi, tidak ada losses biasanya" kata dia.

PLN terus berusaha menurunkan susut jaringan tersebut. Hal ini tidak bisa dihindari dan harus diatasi dengan investasi. Namun, investasi kelistrikan sekarang sedang terbatas karena pandemi Covid-19.

Sebagai informasi, pada 2016 BPP termahal berada di Nusa Tenggara Barat dan Maluku. Angkanya lebih dari Rp 2 ribu per kWh,  masing-masing Rp 2.322 dan Rp 2.305 per kWh. Dari 5 wilayah dengan BPP tertinggi, 4  berada di wilayah Indonesia timur, yakni NTB, Maluku, NTT dan Papua. Hanya Bangka Belitung yang berada di Sumatera.

Reporter: Verda Nano Setiawan