Tsingshan Amankan Pasokan Bijih Nikel dari Indonesia hingga Akhir 2022

PT Antam TBK
Ilustrasi. Tsingshan menandatangani kesepakatan pembelian bijih nikel selama dua tahun dari Silkroad Nickel.
Penulis: Sorta Tobing
17/3/2021, 16.54 WIB

Produsen baja dan nikel asal Tiongkok, Tsingshan, telah menandatangani kesepakatan pembelian bijih nikel selama dua tahun dari Silkroad Nickel. Komoditas itu akan berasal dari tambang bijih nikel laterit di Morowali, Sulawesi Tengah. 

Silkroad akan memasok 2,7 juta metrik ton kering (dmt) bijih nikel kadar tinggi dari Maret 2021 hingga Desember 2022. Perusahaan tambang yang berbasis di Singapura itu telah bersiap untuk pengiriman perdana dalam dua minggu ke depan. 

Minimum pengirimannya adalah 50 ribu metrik ton per bulan. “Secara bertahap kami akan meningkatkan produksi mulai April 2021 dan seterusnya untuk memenuhi komitmen offtaker yang baru,” kata Direkstur Eksekutif dan Kepala Eksekutif Silkroad Hong Kah Ing, dikutip dari Argus Media, Rabu (17/3). 

Nilai kontraknya diperkirakan mencapai US$ 90 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun. Angka ini berdasarkan harga patokan bijih nikel yang ditetapkan pemerintah Indonesia. 

Tsingshan pada awal bulan ini sepakat untuk memasok nikel matte ke pabrik peleburan kobalt, Huayou Cobalt, dan produsen energi terbarukan, CNGR. Nikel matte merupakan nikel sulfida yang diproduksi dari hasil peleburan atau smelting. Produk tersebut dapat diproses lebih lanjut menjadi bahan kimia untuk produksi baterai

Kesepakatan itu telah merusak perkiraan pasar. Harga nikel lalu anjlok 8% pada 4 Maret 2021 di London Metal Exchange. Angkanya menjadi US$ 15.945 per ton, kerugian intraday terbesar sejak Desember 2016. 

Padahal, harga patokan itu sempat mencapai level tertinggi dalam enam tahun terakhir. Pelaku pasar sebelumnya memprediksi harga akan terus naik karena lonjakan permintaan dari sektor kendaraan listrik tapi produksinya terbatas. 

Bos Tesla, Elon Musk, bahkan menyebut produksi nikel menjadi perhatian utama perusahaan. Mineral ini merupakan salah satu bahan baku pembuatan baterai lithium-ion untuk menggerakkan mobil listrik. 

Dengan hadirnya kesepakatan Tsingshan untuk memproduksi massal nikel matte, kenaikan harganya menjadi terbatas. “Ini secara substansial akan meredakan kekhawatiran kekurangan bahan baterai,” kata analis Mysteel Celia Wang kepada Bloomberg

Pasokan nikel dari Silkroad akan digunakan untuk produksi nikel matte Tsingshan. Perusahaan juga berencana membangun fasilitas energi bersih berkapasitas dua ribu megawatt di Indonesia dalam tiga hingga lima tahun ke depan untuk mendukung operasinya di Asia Tenggar. 

Sedangkan Silkroad, mengutip dari Reuters, adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang eksplorasi, penambangan, produksi, dan penjualan bijih nikel. Perusahaan memiliki izin usaha pertambangan untuk melakukan operasi penambangan bijih nikel di sekitar 1.301 hektare (ha) di wilayah konsesi Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. 

Proyek Tsingshan di Indonesia

Tsingshan juga sempat disebut oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam proyek pabrik pemurnian atau smelter tembaga PT Freeport Indonesia.

Kedua perusahaan bakal membangun pabrik itu di Kawasan Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara. “Ini tinggal finalisasi perjanjian antara Freeport dan Tsingshan,” katanya pada awal Februari 2021. 

Rencananya, produsen baterai listrik terbesar dunia asal Negeri Panda, Contemporary Amperex Technologi atau CATL, juga akan ikut bergabung. Luhut memperkirakan investasi yang masuk dalam tiga tahun ke depan mencapai US$ 30 miliar atau sekitar Rp 420 triliun. 

Ia mengatakan CATL telah menandatangani komitmen investasi sebesar US$ 10 miliar atau Rp 140 triliun. Lalu, produsen kobalt asal Tiongkok, yaitu Huayou Group, bersama Tsingshan dan Freeport akan menandatangani kontrak senilai US$ 2,8 miliar atau Rp 39,2 triliun untuk smelter. “Ini akan melahirkan turunan pabrik pipa dan kawat tembaga, mungkin sampai US$ 10 miliar,” ucap Luhut.