Kepentingan Penerimaan Negara di Balik Izin Ekspor Produksi Freeport

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Ilustrasi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja memberikan relaksasi berupa rekomendasi ekspor mineral logam, yang dinilai menguntungkan Freeport.
22/3/2021, 19.35 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja memberikan relaksasi berupa rekomendasi ekspor mineral logam di tengah pandemi Covid-19. Kebijakan ini dinilai menguntungkan PT Freeport Indonesia yang sedang membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter tembaga.

Freeport tetap bisa mengekspor mineral meskipun pembangunan smelter-nya tidak mengalami kemajuan. Padahal, penyelesaian pabrik pengolahan merupakan syarat utama dari pemerintah agar perusahaan tetap dapat menjual produksinya ke luar negeri. 

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah bisa saja memutuskan tidak memberikan izin ekspor. Namun, pertimbangannya adalah dampak ke penerimaan negara dan sosial. 

Pemerintah memutuskan memberikan izin ekspor, tapi secara bersamaan juga tetap memberikan denda administratif atas keterlambatan melakukan progres konstruksi proyek. "Denda 20% dari pendapatan tahun berjalan. Tapi dilihat periodenya. Perjanjian ini berlaku sesudah izin usaha pertambangan khusus (IUPK) diberikan," kata dia dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Senin (22/3).

Secara terpisah, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan kebijakan ini sudah pasti akan berdampak pada kemunduran capaian hilirisasi mineral. Di sisi lain, pemerintah juga mempertimbangkan pendapatan negara dan tenaga kerja.

Dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam setahun terakhir telah banyak tersedot untuk penanggulangan pandemi virus corona.  Perusahaan tambang juga sedang mempertahankan operasi dan produksinya di tengah pelemahan ekonomi global. 

Relaksasi ekspor ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut. Tanpa kebijakan ini, banyak pekerja yang berpotensi kehilangan pekerjaan. "Kami melihat kebijakan tersebut sebagai tindakan emergensi dari pemerintah yang bersifat sementara,” ujarnya.

Pemerintah akan tetap melakukan evaluasi terhadap kemajuan pembangunan smelter. Kalaupun ada keterlambatan karena dampak Covid-19, perusahaan dapat melakukan penyesuaian ulang (revisi) terhadap rencana pabrik pengolahannya.

Kemajuan Smelter Freeport

Sebagai informasi, pemerintah baru saja menerbitkan aturan mengenai rekomendasi penjualan ke luar negeri mineral logam pada masa pandemi Covid-19. Beleid tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 46.K/MB.04/MEM.B/2021. 

Di dalam aturan itu, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) diberikan rekomendasi ekspor mineral logam. 

Perusahaan dapat melakukan penjualan ke luar negeri meskipun persentase kemajuan fisik pembangunani smelter-nya belum mencapai target. Namun, pemegang izin usaha tetap dikenakan denda administratif dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri pada periode evaluasi. 

Berdasarkan laporan dari Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, progres pembangunan pabrik pemurnian tembaga Freeport di Gresik, Jawa Timur, baru 5,86% dari target tahun lalu yang seharusnya mencapai 10,5%. Keterlambatan ini terjadi karena pasokan barang dan tenaga kerja yang terganggu di tengah pandemi Covid-19. 

Reporter: Verda Nano Setiawan