- BP Indonesia menyiapkan dana US$ 4 miliar untuk pengembangan Proyek Tangguh.
- Pengeboran sumur eksplorasi di Lapangan Ubadari saat ini tengah berjalan.
- Rencana penerapan teknologi penangkap karbon akan membuat LNG Tangguh semakin kompetitif.
BP Indonesia bersiap menggenjot cadangan gas di Proyek Tangguh, Papua Barat. Dana yang perusahaan asal Inggris ini siapkan mencapai US$ 4 miliar atau sekitar Rp 57,8 triliun.
Alokasi dananya untuk pengembangan di Lapangan Ubadari dan penerapan teknologi penangkapan karbon alias carbon capture, utilization and storage (CCUS).
Dengan investasi ini, BP berharap cadangan terbuktinya dapat meningkat. Gas yang dihasilkan nantinya akan dipakai untuk operasional kilang gas alam cair (LNG) Tangguh Train 1 sampai 3.
Rencana itu menjadi angin segar bagi investasi hulu migas domestik yang sedang melemah di tengah pandemi Covid-19. Apabila terealisasi, pasar gas Tangguh pun meluas.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan proses pengeboran sumur eksplorasi di Lapangan Ubadari saat ini tengah berjalan. Langkah tersebut sebagai bagian dari pengembangan Tangguh Train 3.
Sesuai dengan porgram kerja dan bujet (WPnB) 2021, setidaknya ada satu sumur workover (pengeboran dan pengerjaan ulang) dan tiga sumur pengeboran. "Pengeborannya ada tiga sumur, ditambah dengan sumur WDA-06," kata Julius kepada Katadata.co.id, Selasa (23/3).
Potensi penambahan cadangan gasnya, ia belum mengetahui dengan pasti. Progres konstruksi proyek Tangguh Train 3 saat ini sedang berjalan dan melibatkan sekitar enam ribu pekerja lapangan.
Secara keseluruhan, total pengerjaannya proyek ini telah mencapai 90%. Sedangkan pembangunan di wilayah lepas pantai atau offshore telah rampung 99%.
Awalnya, BP, selaku operator, menargetkan proyek Tangguh Train 3 dapat beroperasi pada kuartal ketiga 2021. Namun, pandemi corona yang tak kunjung usai membuat jadwalnya mundur sembilan bulan.
Perusahaan berencana menerapkan CCUS di Proyek Tangguh. Dengan teknologi ini, karbon dioksida yang timbul dapat ditangkap dan disimpan sehingga tidak merusak lingkungan.
Teknologi Penangkap Karbon di Lapangan Tangguh
BP Regional President, Asia Pacific Nader Zaki mengatakan penerapan penangkap karbon di lapangan Tangguh tersebut merupakan bagian dari dokumen rencana pengembangan (PoD) tahap dua. “Kami telah menyampaikan ke pemerintah Indonesia tahun ini," kata dia.
Teknologi mutakhir itu nantinya akan diaplikasikan di seluruh lapangan Tangguh LNG dan akan secara signifikan membantu mengurangi emisi karbon serta meningkatkan produksi. BP akan terus bekerja sama dengan SKK Migas untuk mendapatkan persetujuan rencana dan penerapannya.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto sebelumnya mengatakan CCUS merupakan teknologi yang akan mengurangi emisi CO2. Bagi Indonesia, teknologi penangkap karbon dapat mendukung komitmen Perjanjian Paris.
Sebagai informasi, negara ini berkomitmen mengurangi emisi karbon sebesar 29% dengan usaha sendiri pada 2030. Angkanya naik menjadi 41% apabila mendapat bantuan internasional.
Penerapan CCUS dapat mengurangi emisi sektiar 45% di proyek hulu migas. “Keuntungan lainnya, Kilang LNG Tangguh menjadi tetap kompetitif, terutama menghadapi negara-negara pembeli yang sensitif terhadap isu lingkungan,” kata Dwi.
Untuk merealisasikan rencana investasi tersebut, BP akan segera berdiskusi dengan SKK Migas terkait masalah keteknikan dan keekonomian proyek. Hasil diskusi ini nantinya berupa rencana pengembangan atau PoD tahap kedua.
Persaingan pasar gas alam cair global pada tahun ini diperkirakan semakin ketat. Penyebabnya, banyak proyek LNG di dunia yang mulai on stream atau berproduksi secara bersamaan dan melemahnya permintaan di sektor energi imbas pandemi corona.
Kondisi ini membuat pasokan LNG dunia akan oversupply atau kelebihan pasokan. SKK Migas berupaya menyiasati kondisi pasar global ini dengan menerapkan berbagai strategi pemasaran LNG baik untuk jangka pendek, menengah dan panjang.
Saat ini produksi LNG Indonesia masih bergantung pada operasional dua kilang yakni Bontang di Kalimantan Timur dan Tangguh di Papua. Produksi kedua kilang tersebut pada tahun ini diproyeksi mencapai 200,74 kargo. Databoks berikut ini menampilkan volume produksi LNG domestik.
Proyeksi produksi LNG tahun ini menurun 2,9% dibanding realisasi produksi pada 2020. Total produksi LNG tahun lalu sebanyak 206,9 kargo.
Pada tahun ini, target produksi dari Kilang LNG Bontang sebesar 77,74 standar kargo. Dari jumlah tersebut, sebanyak 52,04 standar kargo diperuntukkan untuk ekspor dan 18,7 standar kargo untuk domestik, dan 7 standar kargo volume yang belum terkontrak akan diprioritaskan untuk kebutuhan domestik.
Sedangkan proyeksi produksi pada Kilang Tangguh sebanyak 123 standar kargo. Sebanyak 86 standar kargo diperuntukkan untuk ekspor dan 35 standar kargo diperuntukkan untuk domestik. Selain itu, terdapat 2 standar kargo volume yang belum terkontrak yang akan diprioritaskan untuk kebutuhan domestik.
Meski persaingan memperebutkan pasar LNG saat ini cukup ketat. Namun, permintaannya diperkirakan bakal meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini seiring dengan masifnya negara di Asia menggenjot bahan bakar fosil tersebut.
Dwi berharap, langkah BP meningkatkan investasi di Proyek Tangguh akan segera diikuti oleh kontraktor lainnya. Apalagi, pada Maret 2021 harga minyak dunia membaik berkisar US$ 60 sampai US$ 70 per barel.
Usai ditekan pandemi, pemulihan harga minyak lebih cepat dari prediksi para analis. "Diharapkan dapat mendorong kontraktor kontrak Kerja sama (KKKS) meningkatkan kegiatan eksplorasi di luar program yang telah disepakati pada work, program and budget (WPnB) 2021,” kata Dwi.
Peluang Peningkatan Investasi Hulu Migas
Investasi di Lapangan Tangguh berasal dari perusahaan yang sudah ada dan proyek pengembangan. Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan hal ini bukan berarti iklim investasi hulu migas di Indonesia sudah membaik secara keseluruhan.
Tahun lalu, banyak perusahaan migas dunia yang hengkang dari proyek migas domestik, seperti Shell di Blok Masela dan Chevron di Indonesia Deep Water Development (IDD). “Mereka tidak akan kembali dalam waktu dekat,” Katanya.
Tipe investor yang mungkin tertarik datang Indonesia, menurut dia, adalah kemampuan finansial medium, private equity, dan perusahaan investasi. Strategi bisnisnya berbeda dengan perusahaan migas besar.
Proyeksi penyerapan gas di Indonesia ke depan akan cerah. Asalkan, program konversi pembangkit listrik dari solar ke LNG dilakukan secara masif. “Mayoritas penemuan cadangan migas di Indonesia adalah gas. Ini harus disiapkan konsumsinya," ujarnya.
Sektor industri selama ini mendominasi penyerapan gas domestik. Porsinya mencapai 33%. Tenaga penggerak (power) menyusul dengan permintaan terhadap gas sebesar 30%.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyebut investasi baru BP merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk menyampaikan pesan kepada investor dan calon investor. Industri hulu migas di Indonesia masih menarik.
Cadangan migasnya masih cukup besar untuk diproduksikan. “Tugas pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM dan SKK Migas, untuk meyakinkan investor," kata Mamit.
Train 3 merupakan bagian dari Proyek Tangguh. Proyek pengembangan gas alam ini memiliki enam lapangan di wilayah kontrak kerja sama (KKS) Wiriagar Berau dan Muturi di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Proyek Tangguh sudah memiliki 2 train dengan kapasitas masing-masing 3,8 juta ton per tahun (MTPA). Dengan beroperasinya Train 3, total kapasitas proyek pengolahan gas ini akan mencapai 11,4 juta ton per tahun.
Tangguh dioperasikan oleh BP Berau Ltd sebagai kontraktor SKK Migas. BP memegang 40,22% saham di proyek tersebut. Komposisi hak kelola BP meningkat dari semula 37,16% setelah Talisman hengkang dari proyek tersebut beberapa waktu lalu.
Pengelola lainnya adalah MI Berau B.V sebesar 16,30%, CNOOC Muturi Ltd 13,90%, Nippon Oil Exploration (Berau) Ltd 12,23%, KG Berau Petroleum Ltd 8,56%, KG Wiriagar Petroleum Ltd 1,44% dan Indonesia Natural Gas Resources Muturi Inc dengan hak kelola 7,35%.
Jadwal produksi proyek Tangguh Train 3 telah mengalami kemunduran beberapa kali dari rencana awal. Awal target operasinya adalah kuartal III-2020. Namun, terjadi keterlambatan pengiriman material yang berasal dari Sulawesi dan Jawa.
Gempa dan tsunami yang mengguncang Palu pada 2018, plus erupsi anak Gunung Krakatau, membuat pasokan material terhambat. Operasionalnya pun bergeser pada kuartal III-2021. Saat ini proyeksinya mundur lagi jadi 2022 karena pandemi Covid-19.
Jumlah pekerja yang semakin berkurang turut menghambat pengerjaan Tangguh Train 3. Banyak pekerja yang kebanyakan berasal dari Jawa tidak kembali ke Papua, padahal dibutuhkan kurang lebih 10 ribu pekerja untuk menyelesaikan proyek tersebut.