Pengusaha Keluhkan Kemampuan PGN Pasok Gas Harga Khusus di Jawa Timur

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Kemampuan PT Perusahaan Gas Negara Tbk alias PGN dalam memasok gas bumi untuk industri di Jawa Timur dianggap kurang.
26/3/2021, 11.21 WIB

Kemampuan PT Perusahaan Gas Negara Tbk alias PGN dalam memasok gas bumi untuk industri di Jawa Timur dianggap kurang. Hal ini menjadi salah satu penyebab realisasi serapan gas dengan harga khusus masih rendah. 

Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan membeberkan alokasi harga gas khusus di Jawa Timur belum sepenuhnya merata. Salah satunya seperti di pabrik kaca lembaran di Sidoarjo yang sejak April 2020 hingga Februari 2021 hanya mendapat gas sebesar 64,3% dari volume yang ditetapkan pemerintah.

Dampaknya, pabrik itu terpaksa membeli gas dengan harga lebih mahal. Padahal, penyerapan gas bumi harga khusus dapat lebih besar sekitar 15% dari realisasinya. “Total pasokan dari hulu sebenarnya mencukupi. Penyebab kurangnya pasokan tidak jelas," kata Yustinus kepada Katadata.co.id, Jumat (26/3).

Kondisinya berbeda dengan Jawa Barat. Pabrik-pabrik kaca lembaran disana dapat menikmat harga gas US$ 6 per juta British Thermal Unit (MMBTU) sesuai kebijakan pemerintah.  "Ini menyebabkan terciptanya persaingan usaha tidak sehat," ujarnya.

Pihaknya pun telah melaporkan dan berkoordinasi dengan PGN di Jawa Timur atas persoalan ini. Namun, volume gas dari perusahaan pelat merah itu tetap belum mencukupi dari seluruh kemampuan penyerapan. 

PGN, menurut dia, membatasi penyerapan volume alokasi gas dengan harga khusus. Hal tersebut juga terjadi di industri lain di Jawa Timur.

Yustinus mengatakan pabrikan di Jawa Timur mengaku siap untuk menyerap gas dengan kepastian harga US$ 6 per juta British Thermal Unit dan kepastian penambahan volume. 

Sektor industri dapat menghitung kemampuan ke depan sehingga akan memicu investasi untuk penambahan kapasitas terpasang. "Kalau tidak ada kepastian harga, maka investasi pasti tidak akan terjadi. Dunia usaha memerlukan kepastian. Hanya ini kuncinya" ucapnya.

PGN Klaim Akan Alami Kerugian

Sebagai informasi, pemerintah telah memberikan relaksasi harga gas khusus untuk industri tertentu dan sektor kelistrikan sebesar US$ 6 per juta British Thermal Unit (MMBTU). Aturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 89 K/10/MEM/2020 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 91K/10/MEM/2020.

Pelaksanaanya yang hampir setahun terakhir ternyata tidak maksimal. Berdasarkan data PGN, realisasi konsumsi pada tahun lalu dari sektor industri hanya 61% dari alokasi 229,4 miliar British Thermal Unit per hari (BBTUD). Untuk kelistrikan, serapannya sekitar 80% dari alokasi 251,6 BBTUD. 

Direktur Utama PGN Suko Hartono menyebut akumulasi kerugian penjualan gasnya dari 2020 hingga 2024 dapat mencapai US$ 801,38 juta atau sekitar Rp 11,5 triliun. 

Kerugian itu terjadi karena serapan gas harga khusus yang rendah. “Ini yang jadi catatan untuk dievaluasi bersama. Meskipun diberi harga relatif baik, pemakaiannya masih 61%," kata dia pada Rabu lalu.

Dorongan untuk mengevaluasi kebijakan itu pun menguat. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM  Tutuka Ariadji menyayangkan pemberian insentif ini belum termanfaatkan secara optimal. 

Kementerian ESDM berencana mengevaluasi kebijakan harga gas yang telah berjalan hampir satu tahun itu bersama Kementerian Perindustrian. "Kalau tidak 100% terserap, (sektor industri) melaporkan masalahnya apa,” ujarnya.

Reporter: Verda Nano Setiawan