PLN Sebut Tender Pembangkit Listrik Blok Rokan Rp 4,4 T Tak Masuk Akal

Arief Kamaludin|KATADATA
Chevron Pacific Indonesia.
8/4/2021, 17.33 WIB

PLN menyebut harga lelang pembangkit listrik milik PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) di Blok Rokan oleh Chevron senilai US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,36 triliun (kurs Rp 14.535 per dolar) tak masuk akal. Pasalnya nilai aset pembangkit yang dibeli 20 tahun silam itu hanya US$ 190 juta atau sekitar Rp 2,76 triliun.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan bahwa proses tender pembangkit listrik yang saat ini tengah digelar oleh Chevron tidak terbuka. Apalagi terkait harga penawarannya.

"Ini adalah aset yang akan dijual bukan kesempatan, sehingga harga yang ditawarkan itu gak masuk akal sampai di atas US$ 300 juta," kata Bob dalam webinar bertajuk 'Pengaman Aset Negara dan Keberlanjutan Pasokan Listrik di Blok Rokan', Kamis (8/4).

Ia pun meminta agar proses tender dapat dilakukan secara adil. Bob menilai proses tender yang saat ini berlangsung seperti ditutup-tutupi untuk mencari harga tertinggi. "Sengaja ditutupi untuk dapat nilai yang tinggi sebagai bangsa Indonesia ini adalah aset yang sudah dimanfaatkan," ujarnya.

Direktur Strategic Planning & Business Development, Upstream Subholding Pertamina John Simamora berharap agar PLN dapat masuk dan mengelola pembangkit berteknologi cogeneration (cogen) berkapasitas 300 megawatt itu. Pasalnya kedua belah pihak telah meneken nota kesepahaman perjanjian jual beli listrik.

Meski demikian, jika proses akuisisi pembangkit listrik milik MCTN itu belum rampung pada masa alih kelola 9 Agustus 2021 mendatang. Maka Pertamina akan mengambil langkah melanjutkan kontrak yang sudah ada agar proses produksi tidak terganggu.

"Jalan terbaiknya kalau PLN belum bisa ambil alih 9 Agustus kita tentu akan mirroring kontrak sampai PLN berhasil menuntaskan proses yang sedang terjadi," ujarnya.

Sementara, John memperkirakan harga jual listrik yang diberikan PLN tidak akan jauh berbeda dengan harga yang ada saat ini. Bahkan, bisa saja PLN memberikan harga yang lebih murah dibandingkan dengan MCTN. "Saya percaya ke PLN. Jangan-jangan selama ini cost-nya tidak segitu juga," ujarnya.

Untuk diketahui, komposisi kepemilikan saham MCTN yakni 95% dimiliki oleh Chevron Standar Limited dan 5% PT Nusa Galih Nusantara. MCTN berkontrak dengan Chevron Pacific Indonesia untuk memasok listrik dan uap di Blok Rokan.

Sebelumnya, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief S. Handoko mendesak agar Chevron tidak menggunakan opsi tender dan segera menyerahkan pembangkit tersebut ke negara. Pasalnya, usia aset yang ditenderkan hanya tiga tahun.

Hal ini berpotensi membuat pemenang tender akan meraup untung dalam berjualan listrik. Apalagi Chevron juga telah mendapatkan keuntungan jauh melebihi investasi awalnya dari pembangkit listrik.

Investasi awal untuk membangunnya adalah US$ 200 juta. Sedangkan, tagihan listrik di Blok Rokan dari MCTN ke Chevron dapat mencapai US$ 80 juta per tahun hingga 2020. "Kenapa dulu CPI tidak bangun (pembangkit) sendiri? Karena ada transfer pricing. Adik usahanya mau diuntungkan. Itu yang tidak benar. Saya marah benar," ujarnya.

Reporter: Verda Nano Setiawan