Akuisisi pembangkit listrik milik PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) di Blok Rokan yang dilelang Chevron Standard Limited (CSL) mulai mendekati babak akhir. PLN selaku peserta lelang telah mengajukan penawaran akhir untuk mengakuisisi pembangkit tersebut.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan, proses penawaran akhir untuk akuisisi pembangkit listrik berteknologi cogeneration (cogen) berkapasitas 300 megawatt itu sedang berjalan. Namun, Bob tak memerinci detail angka yang diajukan perusahaan setrum pelat merah tersebut.
Hanya, sebelumnya, PLN keberatan dengan harga lelang yang dipatok oleh perusahaan asal Amerika Serikat ini yang mencapai di atas US$ 300 juta atau sekitar Rp 4,4 triliun. Mengingat nilai aset pembangkit yang dibeli pada 20 tahun silam itu hanya US$ 190 juta.
"Kami masih dalam proses mengajukan penawaran akhir. Kami akan melakukan negosiasi secara business to business," kata Bob kepada Katadata.co.id, Selasa (13/4).
Meski demikian, PLN bakal menyiapkan beberapa strategi lainnya. Terutama jika gagal mengakuisisi pembangkit tersebut dalam mekanisme lelang.
Menurut Bob, perusahaan siap melakukan kerja sama dalam bentuk lain selama tiga tahun dengan prinsip saling menguntungkan. Perusahaan juga akan meminta bantuan pemerintah dan SKK Migas untuk menjembatani persoalan ini. "Bisa kerja sama operasi. Nanti akan dijembatani oleh SKK Migas," ujarnya.
Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Manager Corporate Communications Chevron Pacific Indonesia Sonitha Poernomo enggan berbicara banyak. Namun, menurutnya Chevron Standard Ltd mendukung kegiatan Chevron Pacific Indonesia (CPI) untuk proses transisi Blok Rokan ke operator berikutnya.
"Sebagaimana kebijakan perusahaan, kami tidak dapat memberikan detail dari diskusi tersebut," kata dia.
Ekonom senior Faisal Basri sebelumnya mengatakan, mekanisme tender untuk pembangkit Blok Rokan berpeluang membuka celah bagi pencari rente untuk mengambil untung sebanyak-banyaknya.
Dengan usia aset yang hanya tiga tahun, pemenang tender akan mengambil untung dengan menetapkan tarif listrik tinggi kepada Pertamina. "Misalnya saya beli pembangkit ini lewat tender, menang, dan di-back-up kekuasaan. Dalam tiga tahun bisa untung," kata dia beberapa waktu lalu.
Agar proses transisi pembangkit listrik berjalan lancar, pengoperasiannya harus melalui PLN. Faisal mendorong PLN dan Pertamina melakukan perundingan baik-baik dengan Chevron. "Kami juga ingin happy ending dengan Chevron. Tidak ingin ada gugat-menggugat," ujarnya.