Produksi Batu Bara Digenjot, Ahli Ingatkan Ancaman Pasokan Berlebih

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/wsj.
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Sabtu (13/6/2020).
14/4/2021, 14.51 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menambah kuota produksi batu bara tahun ini sebesar 75 juta ton menjadi 625 juta ton. Namun Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mengingatkan agar kenaikan ini tetap diwaspadai.

Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli menilai penambahan produksi sebesar 75 juta ton ini sebenarnya dimaksudkan untuk lebih mempercepat pemulihan ekonomi dengan target pertumbuhan 5 - 6% tahun ini.

"Pemerintah bisa mendapatkan tambahan devisa untuk tujuan pemulihan ekonomi nasional dengan memanfaatkan peluang dari kenaikan harga batu bara yang terjadi akhir-akhir ini. Namun Harus diwaspadai jangan sampai terjadi oversupply," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (14/4).

Pasalnya oversupply sempat terjadi pada kuartal IV 2019 hingga kuartal II 2020. Alhasil, harga batu bara anjlok hingga menemui titik nadir pada kuartal III 2020.

Siklus batu bara memang mengalami penurunan, namun ditambah dengan adanya pandemi Covid-19, siklus tersebut menjadi lebih lama. Harga baru naik kembali alias rebound pada kuartal IV 2020 hingga saat ini.

Kenaikan harga batu bara ini juga dipicu adanya larangan impor Tiongkok atas pasokan dari Australia serta bencana banjir yang melanda Australia yang berdampak pada terhambatnya suplai di pelabuhan muat.

Meski demikian, pasokan dari Australia saat ini mulai berangsur normal, sehingga Index Newcastle dan Global Coal mengalami penurunan. Namun demikian harga ICI masih sedikit meningkat. Untuk itu, pemerintah diharapkan tetap dapat mengontrol tingkat produksi batu bara agar harga tetap menarik bagi produsen.

Sehingga produsen dapat menjalankan operasi penambangan dengan tetap memperhatikan penerapan kaidah pertambangan yang baik. Dimana aspek keselamatan kerja, perlindungan lingkungan dan pengembangan masyarakat (CSR) tetap menjadi hal yang utama.

Direktur Center for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso menilai pemerintah belum mempunyai strategi untuk peningkatan dan pemanfaatan batu bara nasional sebagai energi murah. Hal ini tercermin dari kebijakan yang terlihat sebagai pintu darurat.

"Pemerintah sebaiknya menerapkan batu bara untuk nasional dalam rangka penghematan devisa daripada jualan batu bara untuk impor migas," kata dia.

Sebagaimana diketahui, kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 66.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 255.K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2021.

Kepmen tersebut menyebutkan bahwa dampak pandemi corona terhadap sektor pertambangan pada tahun 2020 yang membuat penurunan keekonomian kegiatan pertambangan secara global. Sehingga perlu ada dukungan pemerintah melalui penambahan produksi batu bara pada 2021 untuk ekspor.

Reporter: Verda Nano Setiawan