Harga minyak melonjak lebih dari 4% pada akhir perdagangan Rabu (14/4) atau Kamis pagi waktu Indonesia. Kenaikan itu setelah Badan Energi Internasional (IEA) memprediksi permintaan minyak pulih pada semester kedua, dan persediaan minyak Amerika Serikat (AS) turun lebih dalam dari perkiraan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni naik US$ 2,91 atau 4,6%, menjadi US$ 66,58 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik US$ 2,97 atau 4,9%, menjadi US$ 63,15 per barel.
Badan Informasi Energi (EIA) AS melaporkan bahwa persediaan minyak mentah turun 5,9 juta barel sepanjang pekan lalu, melebihi perkiraan analis sebesar 2,9 juta barel. Stok minyak mentah di kawasan pantai timur AS dilaporkan menyentuh rekor terendah.
EIA juga melaporkan bahwa pasokan bensin pada minggu terakhir naik menjadi 8,9 juta barel per hari (bph), atau tertinggi sejak Agustus 2020. Data ini menunjukkan konsumsi bahan bakar di negeri Paman Sam yang mulai meningkat.
Stok bensin naik tipis 309.000 barel, lebih rendah dari ekspektasi kenaikan 786.000 barel. Persediaan distilasi turun 2,1 juta barel dalam seminggu yang sama, dibandingkan ekspektasi kenaikan 971.000 barel.
"Secara keseluruhan, itu adalah laporan yang sangat mendukung. Tampaknya permintaan kembali ke level yang lebih solid," kata analis di Price Futures Group di Chicago, Phil Flynn, dikutip dari CNBC International, Kamis (15/4).
Pada awal sesi perdagangan kemarin, harga minyak naik ditopang laporan IEA yang memprediksi permintaan dan pasokan minyak global akan kembali seimbang pada semester II tahun ini. IEA menyebutkan bahwa produsen mungkin perlu menambah produksi hingga 2 juta bph untuk memenuhi permintaan.
“Laporan IEA tersebut adalah salah satu laporan terbaik yang kami lihat dari publikasi mereka beberapa waktu lalu dalam hal optimis tentang berlanjutnya peningkatan permintaan,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York.
Demikian pula, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Selasa (13/4) menaikkan perkiraan permintaan globalnya sebesar 70.000 bph dari perkiraan bulan lalu, dan sekarang memperkirakan permintaan global tahun ini akan naik menjadi 5,95 juta bph.
Tanda-tanda pemulihan ekonomi yang kuat di Tiongkok dan AS telah mendukung kenaikan harga minyak sepekan terakhir ini. Namun tersendatnya peluncuran vaksin di seluruh dunia dan melonjaknya kasus Covid-19 di India dan Brazil berpotensi menjadi pemberat harga minyak.