Pemerintah menyatakan hengkangnya perusahaan migas dunia dari Indonesia akhir-akhir ini menjadi tantangan yang cukup berat. Apalagi investasi dari perusahaan-perusahaan tersebut sangat penting guna mendongkrak peningkatan produksi migas nasional.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyadari dampak negatif beberapa perusahaan yang mulai hengkang dari Indonesia. Kondisi ini tentu tidak menguntungkan bagi Indonesia, terlebih di saat investasi besar-besaran dibutuhkan.
"Kami memahami situasi saat ini tidak benar-benar menguntungkan bagi kita," ujar dia dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (17/6).
Apalagi ditambah tren perusahaan global yang saat ini mulai bertransformasi ke bisnis energi terbarukan. Ini menambah tantangan Indonesia dalam mendapatkan investasi. Tutuka mengatakan kementeriannya akan terus berupaya melakukan yang terbaik untuk menarik iklim investasi.
Seperti diketahui, beberapa perusahaan migas dunia diketahui mulai keluar dari Indonesia. Setelah Shell yang berniat hengkang dari Blok Masela dan Chevron di proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) tahap II, kini yang terbaru dari ConocoPhillips yang kemudian memutuskan akan melepas hak partisipasinya di Blok Corridor.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan faktor pendukung yang paling penting untuk mencapai target produksi di 2030 adalah dengan memperbaiki iklim investasi. Saat ini Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan SKK Migas tengah merumuskan opsi kebijakan fiskal yang tepat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Beberapa opsi kebijakan yang mungkin diambil di antaranya relaksasi penyisihan pertama produksi minyak bumi (first tranche petroleum/ FTP), kredit investasi, dan percepatan penyusutan modal. Ada juga fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tidak ditagih, pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk bawah permukaan, lalu Biaya penggunaan (sewa) barang milik negara (BMN).
"Paket insentif tersebut telah ditetapkan melalui amandemen PSC Mahakam, dengan tanggal efektif 1 Januari 2021," ujarnya.
Ia juga mengapresiasi Kementerian Keuangan yang telah menerbitkan PMK 140/2020. Sehingga salah satu paket insentif yang terutang (biaya pemanfaatan BMN) dapat diselesaikan tepat waktu.
Dengan disetujuinya paket insentif ini, ia berharap PHM selaku operator di Blok Mahakam akan memiliki kemampuan. Terutama untuk melaksanakan proyek-proyek yang sebelumnya dianggap marjinal.