Genjot Bauran EBT, Pemerintah Wacanakan Nusantara Super Grid

ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA
Pekerja melakukan perawatan jaringan listrik di Jakarta, Jumat (12/7/2019). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan tarif listrik pada 2019 tidak ada perubahan karena kurs rupiah sejauh ini jauh lebih kuat daripada yang diasumsikan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PLN 2019, yaitu Rp15.000 per dolar Amerika Serikat.
7/7/2021, 15.11 WIB

Pemerintah terus berupaya menggenjot bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Salah satunya melalui konsep Nusantara Super Grid yang merupakan gagasan interkoneksi kelistrikan antar pulau di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengatakan wacana interkoneksi antar pulau merupakan solusi yang potensial dalam rangka meningkatkan pengembangan EBT. Khususnya dengan tetap menjaga kestabilan dan keamanan sistem kelistrikan.

Menurut Ego, dengan adanya super grid ini, jaringan listrik antar pulau besar akan saling terhubung. Sehingga memungkinkan untuk setiap wilayah dapat melakukan ekspor-impor listrik yang bersumber dari sumber energi terbarukan.

"Ini memungkinkan setiap wilayah untuk mengimpor dan mengekspor pasokan listrik di saat adanya krisis kekurangan atau kelebihan energi berbasis EBT," kata dia dalam diskusi secara virtual, Rabu (7/7).

Pendiri Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) Eddie Widiono menilai konsep Nusantara Super Grid sangat tepat untuk Indonesia sebagai negara kepulauan. Khususnya untuk di Indonesia timur dengan pusat beban yang berada di Indonesia barat.

"Oleh karena itu kami mendorong pemikiran Nusantara Super Grid. Dengan suatu pemikiran Nusantara Super Grid ini salah satu objektifnya untuk mengintegrasikan sumber-sumber renewable energy," ujarnya.

Pemerintah sendiri memang telah memasukkan program interkoneksi sebagian dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang saat ini masih dibahas. Namun khusus untuk Nusantara Super Grid masih dalam tahap penggodokan.

Namun menurut Eddie untuk membangun konsep Nusantara Grid di Indonesia, dibutuhkan biaya yang cukup besar. Setidaknya perlu investasi puluhan miliar dolar untuk merealisasikan gagasan tersebut.

"Tantangan yang harus kita pecahkan, dan kita harus mencari keekonomian yang kita bangun. Nusantara Grid akan butuh industri penunjang seperti kabel laut," katanya.

Meski demikian, yang perlu diperhatikan yakni terkait kesiapan industri dan kesiapan sistem yang akan dibangun, terutama terkait transmisi daya arus searah tegangan tinggi atau high voltage direct current (HVDC) sebagai sistem yang interkoneksi.

Penggagas Nusantara Super Grid, Pekik Argo Dahono menilai tantangan dalam implementasi pembangunan Nusantara Super Grid sebenarnya bukan terletak pada sisi teknologi dan pembiayaan, melainkan pada kesiapan industri penunjang dan SDM dalam negeri.

"Industri yang bergerak untuk pengembangan Super Grid di Indonesia saat ini masih belum banyak. SDM yang ahli di bidang ini juga masih rendah. Universitas yang melakukan penelitian untuk pengembangan Super Grid pun masih sangat sedikit," ujarnya.

Reporter: Verda Nano Setiawan