PLN meminta agar produsen batu bara tetap memenuhi komitmennya dalam memasok kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligations (DMO), terutama untuk pembangkitan listrik. Hal ini seiring naiknya harga batu bara yang telah menembus US$ 140 per ton.
Melambungnya harga batu bara menjadi kekhawatiran tersendiri bagi PLN. Meskipun harga batu bara DMO untuk penyediaan tenaga listrik kepentingan umum sudah diatur, PLN waswas produsen batu bara lebih memilih untuk ekspor ketimbang memenuhi DMO.
"Kami minta bantuan ke seluruh pemilik batu bara untuk mendukung rasa kebangsaan. Memang agak tinggi di luar negeri, tapi sisakanlah untuk dalam negeri. Toh yang kita ambil itu berdasarkan undang-undang adalah milik negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat," kata Bob dalam diskusi Perpanjangan Stimulus Listrik dari Pemerintah pada masa PPKM secara virtual, Kamis (22/7).
Menurut Bob, produsen tidak akan merugi dengan menjual batu bara DMO yang sudah dipatok sebesar US$ 70 per ton untuk penyediaan tenaga listrik. Hanya saja keuntungan yang didapat memang tidak akan sebesar yang mereka dapatkan dari ekspor.
"Pokoknya apa yang penting listrik jangan terganggu. Kita minta produsen batu bara untuk bangsa Indonesia bukan untuk PLN. Jadi mohon sangat betul, boleh diekspor tapi tinggalkan bagian bangsa," ujarnya.
Kekhawatiran yang sama sempat disuarakan oleh Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro. Dia meragukan komitmen produsen batu bara dalam memenuhi DMO karena tergoda untuk lebih memilih ekspor lantaran harganya yang lebih tinggi.
Pasalnya, pemerintah telah menghapuskan sanksi terhadap produsen batu bara yang tidak memenuhi persentase DMO. "Harganya sudah dikunci US$ 70 per ton, namun komitmen volumenya ini yang perlu dijaga," ujarnya beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, meskipun telah diatur mengenai penetapan harga jual batu bara bagi penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Namun, komitmen produsen batu bara untuk dapat memasok kebutuhan ke dalam negeri masih dipertanyakan.
Apalagi selisih antara harga batu bara acuan (HBA) Juli yang ditetapkan sebesar US$ 115 per ton sangat jauh jika dibandingkan dengan DMO ke PLN yang ditetapkan sebesar US$ 70 per ton. Simak perkembangan HBA Indonesia pada databoks berikut:
Ini artinya ada selisih sekitar Rp 7,89 triliun jika mengacu pada rencana konsumsi batu bara PLN tahun 2021 yang sekitar 121 juta ton. Angka Rp 7,89 triliun tersebut tentu akan sangat menarik bagi produsen batu bara.
"Kalaupun bayar denda, jika masih lebih positif daripada (alokasi) ke PLN, mungkin juga akan diambil produsen. Apalagi kalau tidak ada denda," katanya.
Meski begitu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan pihaknya akan berkomitmen untuk memasok kebutuhan batu bara domestik.
"Anggota APBI yang sudah mempunyai kontrak untuk pasokan ke domestik tetap berkomitmen melaksanakannya meski harga ekspor semakin menguat," ujar Hendra.