PT Chevron Pacific Indonesia membeberkan beberapa kendala dan tantangan dalam proses alih kelola Blok Rokan ke Pertamina Hulu Rokan (PHR). Kendala terbesar yang dihadapi yakni kondisi pandemi dan cakupan luas wilayah di Blok Rokan yang cukup besar.
Managing Director Chevron IndoAsia Business Unit & President Director CPI Albert Simanjuntak mengatakan telah mempersiapkan terminasi dan alih kelola di Blok Rokan sejak 2019. Namun, pandemi Covid-19 membuat perusahaan melakukan penyesuaian-penyesuaian, salah satunya dengan melakukan pemeriksaan fisik pada 113 ribu aset yang tersebar di daerah Blok Rokan.
"Harus diperiksa bersama-sama dengan SKK Migas, Kemenkeu, dan Kementerian ESDM sementara kita juga harus menjaga setiap orang yang terlibat, puji tuhan semua berjalan dengan lancar," kata Albert dalam diskusi Energy Corner CNBC Indonesia, Kamis (5/8).
Dalam mengatasi berbagai persoalan tersebut, kerja sama dan kolaborasi dengan SKK Migas dan PHR sangat penting. Dia pun berharap proses alih kelola ke PHR selaku operator berikutnya dapat rampung sebelum 9 Agustus 2021.
Chevron saat ini telah berhasil mengebor sumur yang ke 100 termasuk di antaranya adalah 11 sumur konversi. Adapun proses pengeboran sudah dimulai sejak akhir Desember tahun lalu.
Pengeboran dimulai dengan menggunakan satu rig, yang kemudian bertambah hingga mencapai delapan rig. Harapannya jumlah rig dapat bertambah kembali hingga mencapai total 9 rig sebelum alih kelola Blok Rokan berlangsung. "Kami akan terus menambah jumlah sumur yang akan dibor hingga hari terakhir 8 Agustus nanti," kata dia.
PHR sebelumnya menyatakan tahun ini berencana untuk mengebor setidaknya 161 sumur di Blok Rokan setelah proses alih kelola dari Chevron rampung pada 9 Agustus mendatang.
Target tersebut lebih tinggi dibandingkan sebelumnya sebanyak 84 sumur. Direktur Utama PHR, Jaffee Arizon Suardin, menjelaskan bahwa ada tambahan target pengeboran sebanyak 77 sumur dari komitmen Chevron yang belum rampung sampai dengan masa alih kelola.
"Untuk itu persiapan terus kami lakukan. Pertamina sudah siap dari sisi jumlah rig sebanyak 16 hingga 17 rig, sumber daya manusia, dan material pendukungnya," ujarnya.
Wakil Kepala SKK Migas, Fatar Yani Abdurrahman, menjelaskan bahwa tidak tercapainya target pengeboran yang dikerjakan Chevron pada masa transisi ini karena terganjal pengadaan rig. Fatar mengatakan Chevron membutuhkan setidaknya 10 rig, namun hanya 6 rig yang sesuai dengan spesifikasi dan bisa digunakan.
Selain itu, Chevron juga hanya memiliki waktu kurang dari 10 bulan sejak penandatanganan komitmen investasi pada September 2020. Sedangkan pengeboran membutuhkan persiapan 2-3 bulan. "Oleh karena itu kami inisiatif jadikan satu program saja," kata Fatar.