Butuh Pulihkan Ekonomi, Subsidi Energi Tahun 2022 Naik Jadi Rp 134 T

ANTARA FOTO/Yusran Uccang/rwa.
Pekerja mengisi gas saat mengecek ketersedian BBM dan LPG di Stasiun Pengisian Bahan Bakar LPG Makassar di kawasan Terminal BBM Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (7/5/2021).
Editor: Yuliawati
16/8/2021, 21.00 WIB

Pemerintah meningkatkan anggaran subsidi energi pada tahun depan menjadi Rp 134,03 triliun. Anggaran ini naik 4,6% dibandingkan alokasi pada tahun 2021 yang sebesar Rp 128,46 triliun.

Subsidi energi tersebut terdiri atas subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) dan LPG tabung 3 kg (kilogram), serta subsidi listrik. "Kami akan melanjutkan subsidi Solar Rp 500 per liter, mengharapkan subsidi 3 kg dan listrik kepada yang mereka membutuhkan," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2022, Senin (16/8).

Sri mengatakan tranformasi subsidi energi akan dilakukan secara hati-hati, mengingat 2022 masih merupakan tahun pemulihan ekonomi.

Berdasarkan Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022, realisasi subsidi energi pada 2017–2020, mengalami perkembangan yang cenderung fluktuatif. Hal ini terutama dipengaruhi perkembangan asumsi dasar ekonomi makro dan kebijakan besaran subsidi tetap untuk minyak solar.

Selama kurun waktu 2017–2020, subsidi energi  menunjukkan pertumbuhan rata-rata 3,7%, dari Rp 97,64 triliun pada tahun 2017 menjadi Rp 108,84 triliun pada tahun 2020.

Realisasi subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg selama 2017-2018 mengalami peningkatan rata rata sebesar 0,5%. Dengan rincian dari Rp 47,04 triliun pada tahun 2017 menjadi Rp 47,73 triliun pada tahun 2020.

Dalam outlook tahun ini, subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg diperkirakan mencapai Rp 66,93 triliun. Adapun besaran tersebut menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan 2020.

Kenaikan subsidi energi dipengaruhi oleh perkembangan asumsi dasar  ekonomi makro. Terutama seperti harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price/ICP dan nilai tukar rupiah, perkembangan volume konsumsi, serta pembayaran kekurangan subsidi tahun-tahun sebelumnya.

Selain itu, perkembangan realisasi subsidi BBM dan LPG 3 kg juga dipengaruhi perubahan kebijakan besaran subsidi solar. Pada 2017-2021 kebijakan subsidi solar telah beberapa kali mengalami penyesuaian.

Pada 2017 misalnya besaran subsidi solar ditetapkan sebesar Rp 500 per liter, selanjutnya di tahun 2018-2019 menjadi Rp 2.000 per liter. Kemudian pada 2020 menjadi Rp 1.000 per liter, dan menjadi Rp 500 per liter pada 2021.

Selama kurun waktu 2017-2021 perkembangan volume konsumsi BBM jenis solar cenderung mengalami peningkatan dari 14,5 juta ton kilo liter (KL) pada 2017 menjadi 15,8 juta KL pada 2021. Pada 2020 sempat mengalami penurunan akibat aktivitas masyarakat di masa pandemi.

Sedangkan volume konsumsi BBM jenis minyak tanah relatif stabil mencapai 0,5 juta KL. Adapun volume konsumsi LPG 3 kg mengalami tren peningkatan dari 6,3 juta metrik ton pada 2017 menjadi 7,5 juta metrik ton pada 2021.



Realisasi subsidi listrik selama kurun waktu 2017–2020 juga mengalami peningkatan rata-rata sebesar 6,5%, dari Rp 50,59 triliun pada 2017 menjadi Rp 61,10 triliun pada 2020. Adapun dalam outlook tahun ini, subsidi listrik diproyeksikan mencapai Rp 61,52 triliun.

Peningkatan tersebut disebabkan adanya kebijakan pemberian diskon listrik 2020–2021 dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19. Selain itu, realisasi subsidi listrik juga dipengaruhi oleh realisasi konsumsi listrik, perkembangan asumsi dasar ekonomi makro, serta pelaksanaan kebijakan subsidi listrik tepat sasaran  untuk golongan rumah tangga daya 900 VA non DTKS (R1 900 VA).

Selama 2017–2021, pelanggan listrik bersubsidi mengalami penurunan dari semula 53,0 juta pelanggan pada tahun 2017 menjadi 37,6 juta pelanggan pada 2021. Adapun kebijakan diskon listrik telah  dimanfaatkan oleh 30,8 juta pelanggan dari total 32,6 juta pelanggan rumah tangga, bisnis, industri daya 450 VA dan pelanggan rumah tangga daya 900 VA (DTKS) yang berhak mendapatkan diskon listrik.

Reporter: Verda Nano Setiawan