Upaya pemerintah menggenjot pengembangan energi baru terbarukan (EBT) melalui mekanisme power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan listrik hingga kini belum membuahkan hasil. Padahal, banyak perusahaan nasional dan multinasional yang menaruh harapan besar untuk mendapatkan sumber listrik hijau dari mekanisme ini.
Power wheeling merupakan mekanisme yang dapat memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit swasta ke fasilitas operasi PLN secara langsung. Mekanisme ini memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa menilai ada beberapa persoalan yang harus segera dituntaskan agar mekanisme ini dapat diimplementasikan. Aturan mengenai power wheeling telah tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kerja Sama Penyediaan Tenaga Listrik dan Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik. Namun, ada beberapa yang belum diatur.
Salah satunya, menurut Fabby, adalah penentuan tarif atau biaya power wheeling. Ia menilai, pemerintah sebagai regulator perlu menentukan formula harga, sehingga terdapat transparansi.
"Tarif kilowatt hour (kWh) energi yang diangkut atau yang dikirim melalui transmisi itu berapa biayanya itu kan belum ada. Menurut saya regulator itu yang menerapkan formula harga," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (21/9).
Persoalan lainnya adalah terkait aliran daya transmisi. Ia menilai PLN sebagai pemilik jaringan harus dapat memberikan kepastian alokasi untuk mekanisme power wheeling karena kondisi transmisi milik PLN juga telah memiliki beban tersendiri.
"Otomatis mereka akan memprioritaskan evakuasi daya pembangkitnya dulu. Bisa saja di beberapa segmen kapasitasnya sudah penuh, oleh karena itu perlu diatur oleh regulator," katanya.
Fabby menyadari keberadaan dari power wheeling membuat PLN khawatir. Apalagi, saat ini perusahaan setrum pelat merah tersebut tengah mengalami over supply. Power wheeling menciptakan persaingan terhadap PLN dalam skema bisnis penjualan listrik.
Untuk itu, pemerintah perlu menyeimbangkan kepentingan jangka pendek PLN dengan kebutuhan pelaku usaha saat ini. Pasalnya, sudah banyak perusahaan global yang tergabung dalam kelompok RE 100 (Renewable Energy 100%) dan perusahaan lokal yang berkomitmen beralih 100% menggunakan energi bersih pada operasional mereka.
"Beberapa diantaranya sudah pasang PLTS atap tapi gak cukup. Mereka mau ekspansi pabrik dan menambah investasinya di Indonesia tapi persyaratannya listriknya harus hijau," ujarnya.
Anggota Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) Widhyawan Prawiraatmadja juga menilai mekanisme power wheeling perlu segera diimplementasikan. Implementasi dari mekanisme tersebut akan berpengaruh besar terhadap iklim investasi secara keseluruhan di Indonesia.
Menurut dia, perusahaan global yang tergabung dalam kelompok RE 100 memerlukan akses terhadap EBT. Jikan Indonesia tak dapat memfasilitasi yang dibutuhkan investor, menurut dia, tidak menutup kemungkinan para investor akan berpaling ke negara lain.
"Ini ada suatu potensi yang investasi bukan hanya di sektor kelistrikan dan EBT saja tapi seluruh potensial investasi," ujarnya.
Sebelumnya, Head of Energy and Environment Policy Asia-Pacific, Amazon Web Services (AWS) Ken Haig mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki regulasi yang mengatur power wheeling. Namun perusahaan masih bingung untuk mengimplementasikan aturan ini.
"Sebelum laksanakan harus jelas apa syarat syarat project power wheeling," katanya dalam diskusi dan wawancara terbatas beberapa waktu lalu.
Beberapa perusahaan bahkan mengaku siap untuk menguji coba implementasi power wheeling melalui suatu pilot project untuk mulai merumuskan detail teknis mekanisme ini. Pasalnya hingga kini belum ada petunjuk teknis secara mendetail mengenai power wheeling di Indonesia.
Salah satu perusahaan yang menyatakan siap menjadi pelaksana pilot project yaitu PT Multi Bintang Indonesia. "Dengan adanya interest ini, ada kesempatan untuk melakukan pilot project sambil belajar bersama-sama PLN dan pemerintah. Kami siap berkolaborasi," kata Director Corporate Affairs Multi Bintang Indonesia Ika Noviera.