Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menilai peranan sektor migas terhadap perekonomian Indonesia hingga kini masih cukup penting. Pasalnya di tengah pandemi Covid-19, sektor ini masih menyumbang ekspor hingga US$ 8,31 miliar pada 2020.
Meski demikian, tak dapat dipungkiri aktivitas sektor ini juga berdampak besar terhadap lingkungan. Misalnya menyebabkan perubahan habitat jangka panjang di lapangan migas dan pengelolaan air terproduksi, kebisingan dari operasi sumur dan potensi tumpahan minyak.
"Ini merupakan dampak yang lazim kita temui dalam kegiatan ini," kata Siti dalam Webinar Strategi dan Upaya Industri Hulu Migas dalam Membangun Kemandirian Masyarakat Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Rabu (22/9).
Selain itu, kegiatan di sektor hulu migas juga memiliki karakteristik risiko investasi yang cukup tinggi. Selain memberikan keuntungan, risiko kerugian akibat kegagalan eksplorasi dan produksi juga besar.
Mengingat industri migas dalam perekonomian memiliki peran penting serta memiliki risiko tinggi lainnya, maka menurut Siti menjadi hal wajar sektor ini mengadopsi Corporate Social Responsibility atau CSR, untuk menjaga keberlangsungan bisnis dan juga berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan yang memiliki empat elemen.
Keempat elemen tersebut yaitu pertumbuhan keadilan ekonomi pembangunan sosial, konservasi sumber daya alam, perlindungan lingkungan, dan tata kelola yang baik atau good governance.
General Manager Pertamina Hulu Mahakam (PHM) Agus Amperianto, mengatakan bahwa selama ini industri hulu migas memiliki efek pengganda yang sangat besar di masyarakat. Misalnya seperti membuka lapangan kerja, setoran pajak, pemberdayaan vendor/bisnis lokal, dan lainnya.
Sehingga, PHM menyadari bahwa operasi Blok Mahakam harus berkelanjutan yang didukung oleh masyarakat serta lingkungan. Untuk itu, PHM berupaya konsisten mengeksekusi rencana kerja dan berkomitmen membuka sumber daya yang masih memungkinkan.
Tak hanya itu, PHM juga akan berupaya menjadikan biaya operasi lebih efisien dan memberikan asas kemanfaatan atas keberadaan perusahaan di wilayah operasi yang bersinggungan dengan masyarakat. "Isu lingkungan hidup kita atasi dengan penerapan praktik operasi yang lebih ramah lingkungan," katanya.
World Research Institute (WRI) mencatat, lebih dari setengah emisi gas rumah kaca global disumbang sepuluh negara di dunia. Indonesia pun masuk dalam daftar sepuluh negara dengan emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.
Tercatat emisi gas rumah kaca yang dihasilkan di Tanah Air sebesar 965,3 MtCO2e atau setara 2% emisi dunia. Mayoritas emisi gas rumah kaca Indonesia berasal dari sektor energi. Simak databoks berikut: