Kontribusi Sektor ESDM ke Penerimaan Negara Naik 103%

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Editor: Yuliawati
28/9/2021, 17.31 WIB

Kementerian ESDM mencatat kontribusi sektor energi dan sumber daya mineral terhadap penerimaan negara hingga Juli 2021 tembus Rp 141 triliun. Pencapaian ini lebih tinggi 103% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan sektor ESDM masih memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. "Meski pandemi masih berlangsung, kinerja sektor ESDM mulai menunjukkan kebangkitan," kata Arifin dalam acara Hari Jadi Pertambangan dan Energi ke-76 pada Selasa (28/9).

Pemerintah berupaya terus menarik iklim investasi di sektor hulu migas, di antaranya dengan mengubah regulasi skema kontrak bagi hasil migas. Investor dapat memilih menggunakan skema gross split atau cost recovery.

Pemerintah juga memberikan berbagai macam insentif di sektor hulu migas. Salah satunya yang teranyar yakni insentif untuk Blok Mahakam.

"Pemerintah juga terus menjalankan program yang terus bersentuhan dengan rakyat antara lain program BBM satu harga ke 580 titik hingga 2024," katanya.



Berbagai kebijakan pun diterbitkan untuk memberikan kepastian pemanfaatan batu bara. Tujuannya menjaga ketahanan energi domestik, khususnya pada pembangkit listrik.

Pemerintah juga menerbitkan kebijakan pemanfaatan mineral untuk peningkatan nilai tambah, utamanya nikel sebagai salah satu material pendukung baterai kendaraan listrik.

Di bidang ketenagalistrikan, pemerataan akses listrik masih menjadi fokus utama Kementerian ESDM. Adapun saat ini, rasio elektrifikasi telah mencapai 99,4%, dan tahun depan ditargetkan seluruh rumah tangga telah teraliri listrik 100%.

"Target kami di sektor energi yaitu mencapai net zero emission 2060 atau lebih cepat yang dilakukan transisi energi yang bersih dan ramah lingkungan," katanya.

Terkait kemandirian energi nasional, kementerian ESDM telah menyusun Grand Strategy Energy Nasional (GSEN). GSEN diharapkan mampu menjadi jawaban dari tantangan yang saat ini dihadapi, antara lain keterbatasan pengembangan EBT dan tuntutan pembangunan infrastruktur yang lebih masif dan tepat guna.

Dalam GSEN dipetakan rencana untuk untuk menambah kapasitas pembangkit EBT sebesar 38 GW sampai tahun 2035 melalui upaya percepatan substitusi energi primer, konversi energi primer fosil, penambahan kapasitas EBT dan pemanfaatan EBT non listrik/non BBN.

Reporter: Verda Nano Setiawan