Krisis Energi Mengancam Asia, Harga LNG Meroket 40% ke Rekor Tertinggi

PT Pelindo Energi Logistik
Ilustrasi.
Penulis: Happy Fajrian
7/10/2021, 11.52 WIB

Ancaman krisis energi mulai mendekat ke benua Asia seiring kenaikan harga liquefied natural gas (LNG) hingga 40% ke rekor tertingginya di level US$ 56,33 per juta British thermal units (mmBtu) pada penutupan perdagangan Rabu (6/10).

Kenaikan ini dipicu minimnya persediaan gas dan kekhawatiran kelangkaan pasokan yang kian memuncak. Harga gas di S&P Global Platts’ Japan-Korea-Marker (JKM) yang menjadi patokan (benchmark) spot di kawasan Asia-Pasifik melesat naik US$ 16,65 menjadi US$ 56,33 per mmBtu.

Ini setara dengan US$ 320 per barel setara minyak. Padahal harga minyak mentah jenis Brent saat ini hanya di level US$ 81 per barel. Bahkan data menunjukkan harga spot LNG untuk pengiriman Desember naik di atas US 57 per mmBtu.

“Melonjaknya harga gas Eropa memberikan tekanan ke atas pada harga LNG Asia-Pasifik karena perusahaan perdagangan meningkatkan tawaran untuk menarik pasokan ke Asia,” kata kepala Asia LNG Pricing di S&P Global Platts’, dikutip dari Reuters, Kamis (7/10).

Foo menambahkan bahwa alasan lain di balik peningkatan tersebut termasuk kekhawatiran baru di Asia atas masalah produksi di proyek LNG Sakhalin 2 di Rusia dan beberapa pekerjaan pemeliharaan yang sedang berlangsung pada proyek Tangguh Train I di Indonesia.

Harga LNG Asia mengikuti kenaikan harga gas pada Selasa (5/10) di hub TFF Belanda yang naik 19% menjadi € 118 per megawatt jam (MWh), sedangkan di Inggris harga gas melonjak 14% menjadi £ 2,79 per termal dengan harga gas wholesale untuk pengiriman bulan berikutnya melesat 23% menjadi £ 2,50.

Kenaikan harga gas di kawasan Benua Biru ini seiring proyeksi rendahnya produksi dari pembangkit listrik angin di tengah meningkatnya permintaan untuk mengantisipasi musim dingin.

Pada penutupan pasar Asia hari Rabu (6/10) pukul 16:30 waktu Singapura, harga gas grosir Belanda untuk pengiriman Desember melonjak lebih dari 40% menjadi € 159,50 per MWh. Setelah mencapai level tertingginya harga gas grosir Belanda dan Inggris turun pada penutupan sore.

Penurunan ini disebabkan aksi ambil untung di tengah kekhawatiran intervensi regulasi dari Komisi Eropa dan kemungkinan tambahan pasokan gas dari Rusia setelah Presiden Vladimir Putin menyatakan negaranya akan meningkatkan pengiriman gas.

Reli harga terjadi pada saat musim dingin baru saja dimulai di belahan bumi utara dan karena permintaan gas untuk pemanas diperkirakan akan naik, terutama dari pembeli LNG utama, Cina dan Jepang. Apalagi menurut data cuaca dari Refinitiv Eikon, suhu di Seoul, Beijing dan Shanghai diperkirakan turun di bawah rata-rata selama 45 hari ke depan.