Negara-negara di kawasan Uni Eropa dilaporkan mulai putus asa dalam menghadapi krisis energi yang terjadi. Batu bara pun kembali menjadi pilihan seiring melambungnya harga gas karena pasokan yang ketat di tengah meningkatnya permintaan menjelang musim dingin.
Mengutip laporan Fengkuang Coal Logistics, imbas tingginya harga gas alam, produsen listrik Eropa sudah menanyakan pasokan batu bara Indonesia untuk pembelian pada kuartal IV tahun ini. Salah satu negara yang dilaporkan berminat untuk mengimpor batu bara dari Indonesia adalah Italia.
Pada 2018 Indonesia mengekspor 6 juta ton batu bara berkalori rendah 4.200 kcal ke Eropa, namun karena pertimbangan emisi, volume ekspor dikurangi secara signifikan. Selama ini pasokan utama batu bara kawasan ini berasal dari Rusia dan Kolombia. Namun pasokan dari dua negara ini juga tersendat karena tingginya permintaan.
“Secara mengejutkan Eropa kembali mempertimbangkan batu bara Indonesia untuk pembelian di bulan November dan Desember karena harga gas alam diprediksi akan naik drastis,” tulis laporan Fengkuang Coal Logistics, dikutip Kamis (7/10).
Namun Eropa harus bersaing dengan Inggris, India, Cina, serta beberapa negara Asia lainnya. Di sisi lain, harga batu bara juga semakin tinggi mengikuti tingginya permintaan. Simak databoks berikut:
Pada perdagangan Rabu (6/10), harga batu bara ICE Newcastle untuk pengiriman Desember 2021 bahkan sempat menyentuh US$ 267 per ton. Kemudian untuk pengiriman Oktober di level US$ 235, dan pengiriman November US$ 225 per ton.
Menurut data Platts, pasokan batu bara termal Indonesia mengetat seiring tingginya permintaan dari Cina. Sehingga harganya pun melesat ke level US$ 102,5 per ton untuk batu bara 4.200 kcal, dan US$ 75,5 untuk 3.800 kcal. Sedangkan batu bara kalori menengah harganya mencapai US$ 166,5 per ton.
Pembeli Eropa dilaporkan bersedia membayar lebih mahal dari harga itu, namun terkendala keterbatasan pasokan. Meskipun tambang batu bara di Indonesia telah pulih dari hujan lebat dan banjir yang melanda pada awal September, musim hujan masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan produksi. Produsen juga dilaporkan menunda pengiriman.
"Karena konsumsi energi akan segera memuncak di musim dingin, kelangkaan pasokan batu bara tak dapat diatasi dalam jangka pendek. Inilah dilema yang harus diatasi oleh produsen listrik pemilik pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara," tulis laporan tersebut.
Sementara itu lonjakan harga batu bara yang dipicu peningkatan permintaan mendongkrak ekspor batu bara Indonesia, mengurangi proporsi kewajiban pasar domestik (domestic market obligations/DMO). Menurut data Statista, per September tahun ini, rasio pemenuhan DMO hanya 46,16%, level terendah sejak 2017.
Kemudian seiring masuknya permintaan dari Cina, sebagian besar persediaan batu bara produsen telah terjual habis dan harga meningkat. Harga FOB batu bara Indonesia 4.200 kcal yang dikirim dengan kapal Supramaxes pada Oktober adalah US$ 112-120 per ton, naik US$ 20-24 ton dari minggu lalu.
Meskipun pembelian dari beberapa negara Asia lainnya seperti Thailand, Vietnam, dan Bangladesh, yang sebelumnya membeli batu bara kalori rendah dan menengah tertahan oleh tingginya harga.
Karena pasokan Indonesia masih terbatas, beberapa pembeli Asia juga meningkatkan pembelian batu bara dari Rusia dan Afrika Selatan. Sebagian dari batubara yang ditolak oleh pembeli Cina karena elemen jejak yang berlebihan mengalir ke Pakistan, India, dan Korea Selatan.
Produsen Batu Bara RI Kesulitan Dongkrak Produksi
Di tengah lonjakan harga batu bara di pasar internasional, Indonesia kesulitan untuk meningkatkan produksi lantaran sudah mulai masuk musim hujan. Tingginya curah hujan di wilayah operasi tambang menjadi kendala utama produksi. Melambatnya produksi pada akhirnya mendongkrak harga.
"Di dalam negeri cuaca menjadi tantangan utama bagi operasional. Curah hujan cukup tinggi di beberapa daerah di Kalsel dan Kaltim," ujar General Manager Legal & External Affairs PT Arutmin Indonesia Ezra Sibarani. Simak databoks berikut:
Ezra mengatakan Arutmin Indonesia akan mengoptimalkan operasional tambang di lapangan. Terutama dalam memenuhi pasokan batu bara untuk pembangkit listrik PT PLN. "DMO sudah kami lampaui. Selain itu kami akan tetap penuhi komitmen secara kontraktual kepada pelanggan luar negeri," ujarnya.
Sementara itu Adaro Energy optimistis prospek bisnis batu bara di semester II tahun ini akan cerah. Head Of Corporate Communication Adaro Febriati Nadira menyatakan Adaro Energy akan memaksimalkan upaya untuk terus fokus terhadap keunggulan operasional bisnis inti.
"Adaro akan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasi sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan dengan terus berfokus untuk mempertahankan margin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan," katanya.