Kementerian ESDM menyadari target ambisius produksi migas pada 2030 akan mendongkrak emisi karbon. Untuk itu, peran dari teknologi CCUS (carbon capture, utilization, and storage) atau penangkapan dan penyimpanan karbon sangat vital dalam menekan tingkat emisi.
Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji mengatakan tengah mencari keseimbangan antara peningkatan produksi migas dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Mengingat Indonesia memiliki target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030 yang harus dipenuhi.
"Intinya kami ingin capai target 1 juta barel per hari tapi juga memperhitungkan perubahan iklim, emisi rendah," ujar Tutuka dalam diskusi secara virtual, Rabu (13/10).
Menurut Tutuka, strategi pengurangan emisi CO2 dari setiap kegiatan produski migas salah satunya bisa dilakukan melalui teknologi CCUS. Adapun, pilot project untuk implementasi teknologi ini telah dimulai di lapangan Gundih dan Sukowati milik Pertamina.
Kemudian, BP di lapangan Tangguh juga tengah mengembangkan teknologi tersebut. "Tangguh injeksi 30 ton selama 10 tahun mulai 2026 total 200 bscf. Diharapkan bisa simpan 50 juta ton," ujarnya. Simak databoks berikut:
Selain itu, upaya lainnya yakni seperti melalui program zero flaring. Bahkan pemerintah telah menyiapkan aturan tentang Pelaksanaan Pengelolaan Gas Suar Pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2021.
"Tujuannya supaya lebih rigid, lebih tegas dan jelas tentang batas-batas flaring. Untuk kurangi flare yang dibuang oleh industri migas," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah menetapkan target produksi migas, yakni 1 juta barel minyak dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030, untuk memenuhi kebutuhan energi nasional yang akan terus meningkat. Di saat yang sama, pemerintah juga memiliki target penurunan emisi karbon yang ambisius.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) Alue Dohong mengatakan target produksi migas tersebut akan menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca. Pasalnya sektor energi masih menjadi produsen gas rumah kaca terbesar di dunia
Meski demikian, hal tersebut masih belum dapat dikalkulasikan dalam inventory nasional karena kurangnya data. Untuk menyeimbangkan target produksi migas dengan penurunan emisi gas rumah kaca, beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah.
Seperti menerapkan teknologi-teknologi ramah lingkungan di industri hulu migas. "Misalnya seperti penerapan operasional gas yang sudah di desain dengan teknologi zero gas flaring," katanya dalam acara IPA Convex 2021 'The New Landscape of Oil and Gas Investment in Indonesia', Rabu (1/9).
Menurut dia selama ini KLHK telah bekerja sama dengan Kementerian ESDM untuk memastikan target tahunan pengurangan emisi tercapai. Di samping itu pihaknya juga bersinergi dengan kebijakan di sektor energi.