RI Butuh Dana Luar Negeri untuk Capai Target Pensiunkan PLTU pada 2040

ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Foto udara cerobong di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin di Desa Sijantang, Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat.
Penulis: Happy Fajrian
3/11/2021, 17.03 WIB

Indonesia bisa saja mempensiunkan seluruh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara pada 2040 jika mendapat bantuan keuangan internasional. Pasalnya, Indonesia membutuhkan dana yang tak sedikit untuk setop menggunakan PLTU.

Dana tersebut dibutuhkan untuk membangun pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) untuk menggantikan PLTU yang dipensiunkan. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim PBB COP26 di Glasgow, Skolandia.

"Jika targetnya 2040, maka kami membutuhkan pendanaan untuk membangun pembangkit listrik EBT. Ini yang menjadi inti permasalahannya. Saya sebagai menteri keuangan menghitung berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mempensiunkan PLTU," kata Menkeu, seperti dikutip Reuters, Rabu (3/10).

Indonesia merupakan negara penghasil emisi karbon atau gas rumah kaca terbesar ke-8 di dunia. PLTU yang berbahan bakar batu bara mendominasi bauran energi hingga 65%. Indonesia juga negara pengekspor batu bara terbesar di dunia.

Sebelumnya Indonesia telah berencana untuk menghapuskan batu bara dari bauran energinya, terutama di sektor kelistrikan pada 2056, sebagai bagian dari rencana untuk mencapai nol emisi karbon atau net zero carbon emission pada 2060 atau lebih awal.

Menkeu mengatakan bahwa untuk mempensiunkan dini PLTU bersifat kondisional, tergantung pada bantuan keuangan multilateral, dukungan sektor swasta dan juga negara maju. Sri Mulyani menambahkan bahwa hari ini pemerintah akan menyampaikan rincian teknis kepada Asian Development Bank (ADB) untuk merealisasikan target iklim Indonesia.

ADB kemudian akan memimpin sekelompok lembaga keuangan untuk menyusun rencana percepatan penutupan PLTU di Asia, termasuk Indonesia, dengan membeli aset-aset tersebut dan menghentikan operasionalnya.

"Indonesia telah mengidentifikasi terdapat 5,5 GW PLTU batu bara yang bisa masuk dalam proyek ini (pensiun dini), dengan kebutuhan pendanaan sebesar US$ 25-30 miliar selama delapan tahun ke depan," kata Sri Mulyani.

Selain untuk membangun pembangkit listrik EBT, dana tersebut juga dibutuhkan untuk memastikan harga listrik tetap terjangkau ketika Indonesia telah beralih ke sumber terbarukan. Setidaknya Indonesia membutuhkan US$ 10-23 miliar sebagai subsidi implisit untuk proyek pembangkit EBT hingga 2030.

"Tak mungkin jika ini semua dibiayai dari uang pembayar pajak Indonesia. Dunia bertanya kepada kami, sekarang pertanyaannya adalah apa yang bisa dilakukan dunia untuk membantu Indonesia. Presiden selalu mengatakan, 'Saya akan ambisius jika (masyarakat) internasional juga sejalan dengan ambisi ini',” ujarnya.

Sebelumnya ADB juga telah memperhitungan biaya yang diperlukan untuk mempensiunkan dini PLTU di Indonesia. Berdasarkan perhitungan ADB, untuk mempensiunkan dini 50% kapasitas PLTU butuh biaya US$ 1-1,8 juta (Rp 14-25 miliar) per megawatt.

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka Indonesia membutuhkan dana Rp 230-415 triliun. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan Filipina yang “hanya” membutuhkan dana Rp 71-128 triliun atau Vietnam yang sekitar Rp 128-243 triliun untuk mempensiunkan PLTU miliknya.

Sedangkan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memperkirakan Indonesia membutuhkan hingga Rp 3.500 triliun jika ingin mempensiunkan dini seluruh PLTU yang ada.