Kementerian ESDM mencatat sebanyak 12 proyek pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral atau smelter saat ini tengah mengalami kendala pendanaan. Adapun kebutuhan dana yang diperlukan untuk pembangunan smelter tersebut mencapai US$ 4,5 miliar atau lebih Rp 64 triliun.
Direktur Jenderal Minerba Ridwan Djamaluddin mengungkapkan pendanaan merupakan salah satu dari beberapa kendala yang dihadapi proyek-proyek smelter di Indonesia. Dari 12 smelter/perusahaan yang mengalami kendala pendanaan tersebut, empat di antaranya adalah smelter nikel.
"Adapun dana pembangunan yang dibutuhkan US$ 4,5 miliar," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (10/11).
Adapun ke 12 perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: Gulf Mangan Grup (mangan), Bintang Smelter Indonesia (nikel), Macika Mineral Industri (nikel), Ang Fang Brothers (nikel), Teka Mining Resources (nikel), Mahkota Konaweeha (nikel).
Kemudian, Arta Bumi Sentra Industri (nikel), Sinar Deli Bantaeng (nikel), Dinamika Sejahtera Mandiri (bauksit), Laman Mining (bauksit), Kalbar Bumi Perkasa (bauksit), Smelter Nikel Indonesia (nikel).
Selain pendanaan, Ridwan juga membeberkan terdapat kendala operasional seperti perizinan terkait HGB, IMB, IPPKH terhadap lima perusahaan. Kendala lainnya yakni terkait berupa pasokan energi, setidaknya terdapat tujuh perusahaan yang masih terkendala soal penyediaan listrik.
"Kami terus berupaya mencari solusi untuk dukungan pendanaan. Beberapa yang dilakukan seperti misalnya one on one meeting jika ada kendala pasokan energi," ujarnya.
Pemerintah menargetkan pembangunan smelter dapat mencapai 53 unit hingga 2024. Adapun hingga 2020, jumlah smelter yang telah dibangun mencapai 19 unit.
Sedangkan, sebanyak empat pabrik smelter akan beroperasi tahun ini. Salah satunya adalah smelter feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk di Tanjung Buli, Halmahera Timur, Maluku Utara.
Tiga lainnya adalah smelter milik PT Cahaya Modern Metal Industri di Cikande, Serang, Jawa Barat, PT SNI di Cilegon, Banten, dan PT Kapuas Prima Coal di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
"Tahun 2024 akan terbangun 30 smelter nikel dengan total rencana investasi lebih US$ 8 miliar. Dalam konteks investasi ini cukup besar nilainya pada saat ini di Indonesia," ujarnya.