Produksi Batu Bara RI Oktober 512 Juta Ton, DMO 2021 Diproyeksi 96%

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/foc.
Alat berat beroperasi di kawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Rabu (8/7/2020).
15/11/2021, 14.14 WIB

Kementerian ESDM mencatat realisasi produksi batu bara nasional hingga Oktober 2021 mencapai 512 juta ton. Angka tersebut setidaknya telah mencapai 82% dari target tahun ini sebesar 625 juta ton.

Sementara realisasi dari penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) mencapai 110 juta ton atau 80% dari target 138 juta ton.

"Masih ada waktu dua bulan yang kami perkirakan nanti pada akhir tahun ini akan mencapai 96% dari target DMO," kata Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam RDP bersama Komisi VII DPR, Senin (15/11).

Menurut Ridwan terdapat beberapa isu atau perkembangan dalam pelaksanaan kewajiban DMO. Pertama, kewajiban DMO 25% dikenakan kepada seluruh badan usaha pertambangan tahap operasi produksi.

Kedua, tidak seluruh spesifikasi batu bara yang diproduksi oleh Badan Usaha Pertambangan memiliki pasar dalam negeri. Ketiga, untuk spesifikasi, batu bara yang memiliki pasar dalam negeri, tidak seluruhnya dapat diserap oleh pasar dalam negeri.

Keempat, konsumsi batu bara dalam negeri lebih kecil dibandingkan dengan tingkat produksi batu bara nasional. Kelima, tidak semua Badan Usaha Pertambangan memiliki kesempatan mendapatkan kontrak penjualan dengan pengguna batu bara dalam negeri.

Untuk menjawab persoalan tersebut, Kementerian ESDM tengah melakukan diskusi pendalaman dan wacana untuk lebih meningkatkan daya guna kebijakan DMO 25%.

Salah satunya dengan mendorong pembangunan coal blending facility yang dikelola oleh badan usaha (BUMN/Swasta) untuk mengolah berbagai spesifikasi batu bara agar sesuai dengan spesifikasi batu bara yang dibutuhkan di dalam negeri.

Kemudian, skema pengenaan dana kompensasi bagi badan usaha pertambangan yang tidak dapat memenuhi kewajiban DMO, yang selanjutnya dana tersebut digunakan untuk menambah subsidi bagi PLN atau untuk pembangunan coal blending facility.

Berikutnya, alternatif pengaturan harga batu bara dalam negeri. Seperti penetapan harga batas atas (ceiling price) seperti yang saat ini sudah dilakukan untuk kelistrikan umum, industri semen dan pupuk.

"Kalau tidak ada batas itu ketika harga naik, produsen batu bara berpotensi untuk menghindari berkontrak dengan pengguna batu bara, jadi kita coba cari jalan tengah satu sisi pengusaha tambang memenuhi keekonomian. Sisi lain industri lain juga dapat bertahan dengan keekonomian," ujarnya.

Kemudian penetapan harga batas atas (ceiling price) dan harga batas bawah (floor price). Harga batas bawah bertujuan untuk melindungi produsen batu bara agar tetap dapat berproduksi pada tingkat keekonomiannya saat harga batubara sedang rendah.

Lalu pengaturan skema kontrak penjualan dalam negeri melalui skema kontrak harga tetap (fixed price) dengan besaran harga yang disepakati secara B to B.

Reporter: Verda Nano Setiawan