Ramalan Bos Medco soal Nasib Energi Fosil dan Arah Bisnis Perusahaan

m.skalanews.com
Ilustrasi. Medco menilai ada peluang bisnis dari transisi energi bersih yang menjadi komitmen pemerintah saat ini.
Editor: Agustiyanti
22/11/2021, 21.46 WIB

Indonesia berkomitmen untuk menuju energi bersih menargetkan mencapai nol emisi karbon pada 2060. Direktur Utama Medco Energi Hilmi Panigoro pun memperkirakan, Indonesia masih akan bergantung pada energi fosil hingga 2040. 

Hilmi menyadari sentimen negatif terhadap energi fosil semakin kencang di tingkat gobal karena dianggap sebagai biang keladi penyumbang besar emisi gas rumah kaca. Namun negara berkembang seperti Indonesia, menurut dia, masih sangat membutuhkan energi yang murah, andal dan berkelanjutan yang dapat dipenuhi oleh energi fosil. 

"Pagi tadi Presiden mengatakan, we can do it, tapi ada biaya tambahan.  Lalu sda satu pertanyaan yang belum terjawab hari ini. Biaya akan dibebankan pemerintah atau masyarakat?" ujarnya dalam diskusi The 10th Indo EBTKE ConEx 2021, Senin (22/11).

Menurut Hilmi,  ada kesenjangan pembiayaan yang besar dalam upaya mendorong transisi energi fosil ke energi bersih. Hal ini juga dipahami pemerintah. Di sisi lain, kesenjangan pendanaan dalam membangun Energi Baru dan Terbarukan juga tak mungkin dibebankan kepada pemerintah. 

"Naik 10%  saja demonya tiga bulan. Jadi masih belum ada yang terjawab ya.  Kita memang ingim revolusi energi, tapi di saat yang sama juga harus realistis bahwa  energi fosil masih dibutuhkan hingga 2040," ujarnya.

Medco sendiri memiliki tiga pilar utama bisnis, yakni minyak dan gas bumi, pembangkit listrik, seperti tambang, tembaga, dan emas. Oleh karena itu, menurut dia, arah strategi dan kebijakan pemerintah dalam perubahan iklim sangat penting bagi Medco untuk saat ini. 

"Kami juga pasti lakukan berbagai cara, baik langsung maupun tidak langsung untuk mengurangi emisi," ujarnya.

Ia menilai, transisi energi dapat pula menjadi peluang bisnis Medco ke depan. Pemerintah saat ini telah menerbitkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 yang digadang-gadang menjadi rancangan paling hijau yang pernah diterbitkan. Ke depan, akan banyak proyek energi baru dan terbarukan. 



"Kami akan banyak bangun portofolio pembangkit listrik yang green. Jadi kalau PLN membuka kesempatan, kami akan ikut berpartisipasi," katanya.

Presiden Joko Widodo meminta agar skenario transisi energi dapat berjalan cepat dengan kalkulasi yang tepat. Pasalnya, skema dan hitung-hitungan dalam melakukan transisi energi dalam mengejar target bauran EBT membutuhkan dana yang tak sedikit.

Sementara, Indonesia telah terkunci dengan kontrak PLTU batu bara jangka panjang sejak lama. Sehingga jika akan beralih ke energi terbarukan secara penuh maka dibutuhkan dana yang cukup besar.

Menurut dia dengan penggantian pembangkit energi fosil ke energi terbarukan, maka biaya pokok penyediaan listrik dipastikan dapat melonjak. Hal ini pun akan berpengaruh terhadap penetapan harga ke tingkat konsumen.

"Misalnya pendanaan datang, investasi datang, harganya kan lebih mahal dari batu bara. Siapa yang bayar gapnya? negara? Gak mungkin. Angkanya berapa ratus triliun," kata Jokowi dalam The 10th Indo EBTKE ConEx 2021, Senin (22/11).

Hal itu juga tak memungkinkan jika harus dibebankan oleh masyarakat. Mengingat kenaikan tarif listrik 10-15% saja menurut dia kehebohan di masyarakat bisa sampai tiga bulan, apalagi jika kenaikannya mencapai dua kali lipat.

Oleh sebab itu, ia menekankan para jajarannya di level menteri untuk dapat memberikan masukan yang konkrit. Namun kalkulasinya jelas disertai angka realistis. "Kalau ini bisa kita mentransisikan pasti ada harga naik. Pas naik ini pertanyaanya siapa yang bertanggung jawab," kata dia.

Reporter: Verda Nano Setiawan