PT Pertamina melalui cucu usahanya, PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP) akan terus berupaya mempercepat proyek pembangunan Kilang Tuban. Hal ini disampaikan tak lama setelah Presiden Joko Widodo mengeluhkan lambatnya realisasi investasi proyek patungan antara Pertaminan dengan perusahaan asal Rusia, Rosneft tersebut
Presiden Direktur PT PRPP Kadek Ambara Jaya mengatakan, pihaknya tengah fokus pada pekerjaan Front End Engineering Design (FEED) yang progresnya sudah mencapai 53.79% per 12 November 2021, melampaui target sebesar 11.77%. Perusahaan juga tengah menyiapkan paket pekerjaan early work untuk pekerjaan pembangunan Worker Camp.
Adapun tahapan pekerjaan yang sedang berjalan saat ini, menurut dia, adalah pembebasan lahan untuk kebutuhan pembangunan proyek Kilang Tuban. Prosesnya saat ini telah memasuki tahap III dan mencapai lebih dari 78% per September 2021.
Pembebasan lahan mencakup areal hutan Jati Peteng seluas 125 hektare, di mana 119 hektare di antaranya telah dibebaskan dalam sembilan bulan terakhir. "Hutan produksi berisi 40.000 tanaman jati (Tectona grandis) ini semula dikelola PT Perhutani dan telah mendapat persetujuan dari pemerintah untuk ditukar guling terkait pengadaan lahan proyek GRR Tuban,” kata Kadek dalam keterangan tertulis, Selasa (23/11).
Kadek memastikan proses pembebasan lahan proyek Kilang Tuban di atas area hutan industri Jati Peteng dijalankan dengan mengikuti kaidah dan prinsip keberlanjutan. Persetujuan penggunaan lahan hutan dan penebangan areal tanaman jati tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Peraturan Menteri (Permen) Nomor 97 tahun 2012.
Sebagai gantinya, Pertamina wajib mengalokasikan lahan di tempat lain untuk diperuntukkan sebagai hutan industri. Salah satunya yakni di Banyuwangi, seluas 265 hektar atau dua kali lipat dari luas hutan Jati Peteng.
Adapun lahan penggantiannya, saat ini masih dalam tahap pengukuran dan pengadaan lahan di Banyuwangi. Kadek juga memastkan pihaknya bakal melakukan penanaman kembali di lahan pengganti tersebut sehingga penyerapan emisi karbondioksida di Jawa Timur tidak berkurang.
“Dalam melakukan land clearing hutan Jati Peteng, kami mengikuti ketentuan pemerintah,” kata Kadek.
Tidak hanya penggantian areal hutan di Banyuwangi, Pertamina juga menjalankan penghijauan di Kabupaten Tuban. Ini dilakukan tepatnya di kawasan pesisir lokasi proyek Kilang Tuban, dengan penanaman Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) sebanyak 20.000 bibit.
Kadek berharap fungsi penyerapan karbondioksida di Tuban tidak hilang meski areal hutan jati dibebaskan. Menurut penelitian Universitas Sumatera Utara (USU), Cemara Laut memiliki kapasitas penyerapan karbon 154,36 kg/pohon/tahun, atau lebih besar dari penyerapan karbon jati yang hanya 135,27 kg/pohon/tahun.
Kadek memastikan bahwa cetak biru (blue print) dan desain konstruksi Kilang Tuban dibuat dengan merujuk pada prinsip green refinery. Dalam proyek tersebut, akan ada jalur hijau untuk vegetasi penyerap karbondioksida dan penggunaan energi terbarukan berupa solar panel.
Konsep ramah lingkungan tersebut diharapkan menekan jejak emisi Kilang Tuban ke depannya dan membantu tercapainya net zero emission di Kabupaten Tuban.
Jokowi sebelumnya sempat meluapkan kekesalannya terhadap progres pembangunan kilang grass refinery root (GRR) Tuban yang merupakan kerja sama Pertamina dengan Rosneft, perusahaan minyak asal Rusia. Menurut Jokowi, nilai investasi proyek ini sangat besar yakni mencapai Rp 168 triliun, tetapi realisasinya baru mencapai Rp 5,8 triliun.
"Mereka ingin cepat, kitanya yang tidak ingin cepat. Alasannya ada saja minta kereta api, jalan tol,” ujar Jokowi.
Proyek kilang Tuban diharapkan rampung pada 2027 dan dapat menjadi jawaban atas isu pemenuhan energi nasional. Apabila tidak ada pembangunan kilang baru, maka impor BBM Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 0,53 juta barel per hari (bph) menjadi 1 juta bph atau setara dengan 68% kebutuhan energi nasional.