Pemerintah Kaji Penyesuaian Tarif Listrik Non-subsidi Tahun Depan

ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Pemerintah mempertimbangkan untuk menyesuaikan tarif listrik golongan non subsidi mulai tahun 2022.
29/11/2021, 13.12 WIB

Kementerian ESDM mempertimbangkan penyesuaian tarif listrik (tariff adjustment) untuk pelanggan nonsubsidi mulai tahun depan, dengan catatan kasus penularan Covid-19 di dalam negeri mulai berangsur turun.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI telah menyepakati kompensasi untuk penyesuaian tarif tahun depan akan diberikan hanya selama enam bulan. Pasalnya, tarif dasar listrik tak mengalami perubahan sejak 2017.

"Tahun 2022, kami sepakat dengan badan anggaran kalau sekiranya situasi pandemi Covid-19 makin membaik maka tarif listrik akan disesuaikan. Kami sepakat dengan DPR kompensasi penyesuaian tarif akan diberikan 6 bulan saja," kata Rida dalam acara Energy Corner, Senin (29/11).

Rida menjelaskan, penetapan tarif listrik PLN membaginya menjadi dua kategori, yakni pelanggan bersubsidi dan pelanggan non subsidi. Setidaknya 25 golongan diberikan subsidi, sementara 13 golongan lainnya tarif listriknya mengikuti pergerakan harga minyak Indonesia (ICP), inflasi, dan kurs dolar Amerika Serikat (AS).

Adapun tiga komponen harga tersebut akan menentukan naik atau turunnya tarif listrik. Namun karena beberapa alasan, pemerintah memilih untuk tidak melakukan penyesuaian sejak 2017. Terutama karena untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri.

"Sejak 2017 kami tahan dan itu kemudian konsekuensi perlunya kompensasi ke PLN karena ini keputusan pemerintah," kata Rida. Simak databoks berikut:

Selain itu Rida juga memastikan bahwa Indonesia tak akan mengalami krisis energi yang sempat menimpa Cina dan Eropa beberapa waktu lalu. Pasalnya Indonesia telah mengamankan pasokan energi untuk kebutuhan dalam negeri.

Seperti diketahui, kenaikan harga batu bara yang menyentuh di atas US$ 200 per ton membuat kekhawatiran tersendiri bagi PLN. Mengingat kebutuhan energi listrik di Indonesia selama ini masih didominasi oleh PLTU.

Sementara, dalam aturan kewajiban pemenuhan batu bara untuk kepentingan dalam negeri atau Domestic Market Obligations (DMO) harga batu bara telah dikunci di angka US$ 70 per ton. Hal ini pun membuat para produsen batu bara lebih memilih opsi ekspor ketimbang harus memasok untuk PLN.

Meski begitu, Menteri ESDM langsung menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri yang ditetapkan pada 4 Agustus 2021 yang akan menghukum produsen batu bara yang tak memenuhi komitmen DMO berupa denda hingga larangan ekspor.

Pemerintah menetapkan persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri kepada para pemegang izin usaha batu bara sebesar 25%, dari rencana jumlah produksi batu bara tahunan yang disetujui.

"Untungnya kita sudah punya DMO sehingga itu jadi jaminan konsumen batu bara dalam negeri. Kami juga tetapkan harganya maksimum US$ 70. Kalau DMO dilepas, gak ada kewajiban 25%, harganya ikuti pasar, tak tahu belanja yang harus ditanggung negara," kata Rida.

Reporter: Verda Nano Setiawan