Pemerintah berkomitmen menurunkan emisi karbon atau CO2 pada 2030. Salah satu caranya dengan pemanfaatan sumber gas yang digadang-gadang sebagai jembatan untuk menuju energi bersih menggantikan batu bara.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, visi industri fosil dalam era transisi energi yakni industri hulu migas yang rendah karbon. Menurutnya, gas akan menyokong kebutuhan energi dan dikembangkan untuk menggantikan peran batu bara.
"Industri hulu migas, terutama gas, akan menjadi penyokong energi pada masa transisi dan akan dikembangkan untuk menggantikan energi batu bara," kata Arifin dalam keterangan tertulis, Senin (30/11).
Oleh sebab itu, dia menegaskan bahwa industri hulu migas tidak akan serta merta ditinggalkan di era transisi energi. Sebab, industri ini juga menjadi salah satu pilar ekonomi Indonesia.
Efek berganda atau multiplier effect yang didapatkan dari kegiatan hulu migas dinilai telah dirasakan sampai ke sektor-sektor pendukung. Penggunaan kapasitas nasional di sektor hulu migas juga cukup besar, yakni 57% dengan nilai pengadaan sekitar US$ 2,54 miliar pada tahun lalu.
Menurut dia, industri migas yang pada mulanya didesain untuk menghasilkan manfaat berupa penerimaan negara secara maksimal, saat ini berkembang menjadi salah satu mesin penggerak kegiatan penunjang. Ia mencontohkan perbankan, perhotelan, dan lainnya.
"Dalam perhitungan umum, setiap investasi US$ 1 akan menghasilkan dampak US$ 1,6 yang dapat dinikmati industri penunjang," katanya.
Pemerintah juga tengah berusaha memaksimalkan volume penyerapan gas di dalam negeri. Caranya, kebijakan harga khusus untuk sektor kelistrikan dan industri tertentu yang dinilai akan mendorong penambahan konsumsi gas.
Oleh karena itu, ia mengimbau supaya lapangan-lapangan migas tetap dikembangkan. Potensi yang ada juga harus digali untuk menjamin penyediaan energi di masa depan.
"Proses ini tidak sederhana dan membutuhkan dukungan serta kerja sama semua pihak untuk merealisasikannya. Teknologi yang maju dan ramah lingkungan juga dibutuhkan untuk menjawab tantangan ini," kata Arifin.
Arifin juga mengapresiasi langkah SKK Migas dan KKKS yang menggunakan teknologi untuk menekan emisi karbon pada kegiatan pengembangan lapangan. Ia berharap, strategi ini tetap dikawal dan diimplementasikan dengan baik, sehingga peningkatan produksi tetap berjalan beriringan dengan usaha penurunan emisi.
Ia pun menilai, peluang investasi terbuka tidak hanya pada industri migas Indonesia, namun juga pengembangan bisnis transisi energi dan penurunan karbon.
"Stimulus investasi juga terus menerus akan dievaluasi agar Indonesia dapat memenangkan kompetisi, sehingga target peningkatan produksi dapat direalisasi," kata Arifin.