Upaya pemerintah menggenjot pemanfaatan logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth element di Indonesia masih banyak menemui kendala, salah satunya yakni keterbatasan data terkait pemanfataannya.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyadari saat ini dunia telah banyak berbicara mengenai pemanfaatan logam mineral langka ini. Tak terkecuali Indonesia.
Menurut Ridwan meskipun RI digadang-gadang memiliki potensi logam tanah jarang, namun hingga sekarang pihaknya masih mengalami kendala terkait keterbatasan data.
"Kendalanya data kami masih terbatas yang belum kami lakukan adalah belum mengumpulkan data lebih banyak dan berencana melakukan eksplorasi lebih baik lagi," kata dia dalam dalam The 9 th US-Indonesia Investment Summit, Rabu (15/12).
Selain data, pemerintah juga masih memperhatikan penggunaan teknologi yang digunakan dalam pemrosesan logam tanah jarang. Karena itu dia berharap adanya mitra potensial yang dapat membantu Indonesia perihal teknologi.
"Kami juga melihat dan memperhatikan pemerolehan teknologi atau akuisisi teknologi dalam pemrosesan LTJ dan saya rasa ini merupakan peluang yang ingin kami ekspor lebih jauh dengan mitra potensial," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah hingga kini masih kesulitan dalam mengekstraksi potensi logam tanah jarang. Indonesia memiliki potensi sisa hasil pengolahan mineral timah, yakni monasit, yang dapat diekstraksi menjadi logam tanah jarang.
Peranan teknologi dalam pemanfaatan logam ini sangat penting. Saat ini Cina yang merupakan produsen logam tanah jarang terbesar dunia masih menutupi teknologi dalam memanfaatkan mineral langka ini. Negara-negara lain masih tertinggal dalam memanfaatkan logam tanah jarang.
"Cina tak terbuka karena mereka mencoba menciptakan industri produsen logam tanah jarang. Sehingga mereka bisa menguasai produksinya," kata Deputi Direktur Pengawasan Eksplorasi Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Andri B. Firmanto.
Kementerian ESDM juga telah melakukan perhitungan jumlah kandungan monasit di wilayah Bangka pada tahun ini. Adapun setelah perhitungan tersebut selesai, dia berharap PT Timah dapat menjadi salah satu BUMN yang dapat mengumpulkan atau membeli monasit di Indonesia.
Selain itu, pihaknya juga telah membuat rencana aksi untuk pemanfaatan monasit dan Sisa Hasil Produksi (SHP) Timah. Misalnya, pada 2022 pemerintah berharap supaya PT Timah dapat memilih teknologi untuk mengolah monasit.
Selain itu, PT Timah diharapkan juga dapat melakukan konstruksi pembangunan fasilitas pengolahan untuk monasit dan sisa hasil produksi timah. Sehingga pada 2026 mendatang, BUMN tambang ini mampu memproduksi logam tanah jarang untuk pertama kali.
"Harapannya pada 2026 PT Timah bisa menciptakan nanti masuk di industri dirgantara dan sebagainya bisa dengan mudah," katanya.