Penuhi DMO Pasokan Batu Bara, Pengusaha Berharap Ekspor Kembali Dibuka
Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) berharap pemerintah membuka kembali ekspor batu bara setelah pasokan untuk pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terpenuhi.
"Kami berharap bisa dibuka lagi (ekspor batu bara). Tapi kan untuk dibuka lagi itu keputusan pemerintah," tutur Executive Director APBI Hendra Sinadia, kepada Katadata, Rabu (4/1).
Hendra menambahkan tidak tahu kapan larangan ekspor batu bara akan dicabut. Dia menambahkan saat ini fokus APBI adalah memenuhi pasokan batu bara dalam negeri untuk pembangkit PLN.
"Kami rapat terus dari tanggal 1,2,3, dan 4 Januari. Tiap hari rapat maraton. Posisi kita semua sama bagaimana fokus untuk menyelesaikan shortage (pasokan) ke PLN," tutur Hendra Sinadia,
Hendra mengatakan sekitar 70 anggota APBI sudah menyatakan komitmennya untuk memenuhi pasokan dalam negeri (DMO) meskipun awalnya menyatakan keberatan atas larangan ekspor.
Berdasarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), penambang batu bara harus memasok 25% dari produksi tahunan mereka ke PLN dengan harga maksimum US$ 70 per ton.
"Sudah tidak lagi kita pikirkan soal keberatan. Itu sudah lewat. Fokus kita ke depan adalah bagaimana memenuhi kebutuhan PLN. Situasinya sekarang kita bahu membahu dulu penuhi kebutuhan. Kita lihat siapa yang bisa pasok, siapa yang belum kontrak,"tambahnya.
Pada Selasa (3/1), PLN mengatakan mereka sudah mengamankan tambahan pasokan batu bara sebanyak 7,5 juta ton. Namun, mereka masih butuh pasokan tambahan untuk memastikan kebutuhan selama 20 hari ke depan cukup.
Seperti diketahui, Indonesia resmi melarang ekspor batu bara selama 1-31 Januari 2022.
Upaya tersebut dilakukan di tengah kekhawatiran terhadap rendahnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam negeri.
Pada 1 Januari lalu, dalam keterangan resmi mereka, APBI menyatakan keberatan atas kebijakan pelarangan penjualan batubara ke luar negeri yang dilakukan secara umum dan mendadak.
Mereka mengatakan pada tanggal 1 Januari 2022, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memang telah mengadakan pertemuan secara virtual membahas kebijakan tersebut.
Namun pertemuan yang diikuti lebih dari 800 orang peserta tersebut menurut kami masih belum dapat menyelesaikan permasalahan mendesak terkait hambatan pelaksanaan ekspor.
Menurut APBI, kebijakan larangan ekspor yang diambil secara tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan masukan dari pelaku usaha tidak sejalan dengan upaya pemerintah yang sedang menggalakkan iklim investasi.
Kebijakan tersebut juga berpotensi menimbulkan dampak seperti:
1. Kapal-kapal tujuan ekspor, hampir semuanya adalah kapal-kapal yang dioperasikan atau dimiliki oleh perusahaan negara-negara tujuan ekspor.
Kapal-kapal tersebut tidak akan dapat berlayar menyusul penerapan kebijakan pelarangan penjualan ke luar negeri ini
2. Pengenaan biaya tambahan oleh perusahaan pelayaran terhadap penambahan waktu pemakaian (demurrage) yang akan membebani perusahaan-perusahaan pengekspor yang juga akan berdampak terhadap penerimaan negara
3. Kapal-kapal yang sedang berlayar ke perairan Indonesia juga akan mengalami kondisi ketidakpastian dan hal ini berakibat pada reputasi dan kehandalan Indonesia selama ini sebagai pemasok batubara dunia
4. Menurunkan kredibilitas Indonesia di pasar batubara global sebagai pemasok batubara apalagi di tengah tekanan terhadap industri pertambangan batubara di era transisi energi
5. Menciptakan ketidakpastian usaha sehingga berpotensi menurunkan minat investasi di sektor pertambangan mineral dan batubara
6. Potensi sengketa (dispute) antara pemasok dan pembeli luar negeri baik di badan peradilan dan/atau arbitrase di Indonesia maupun di badan arbitrase Internasional.