Istana: Kewajiban DMO Batu Bara Demi Jaga Pasokan Listrik dan Inflasi

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/wsj.
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Sabtu (13/6/2020). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi produksi batu bara hingga Mei 2020 mencapai 228 juta ton, atau 42 persen dari total target produksi nasional tahun 2020 yaitu 550 juta ton.
5/1/2022, 15.25 WIB

Presiden Joko Widodo meminta perusahaan untuk memenuhi kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Arif Budimanta mengatakan, kewajiban DMO batu bara tersebut untuk menjaga stabilitas listrik di dalam negeri.

Selain itu, kewajiban DMO diperlukan untuk menjaga stabilitas harga sehingga inflasi dapat terkendali. Sebab, lonjakan harga bisa terjadi apabila terdapat kelangkaan energi.

Kondisi ini juga berpengaruh terhadap kenaikan harga barang lainnya. "Menjaga stabilitas pasokan energi khususnya listrik agar tetap bisa dimanfaatkan oleh rakyat," kata Arif saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (5/1).

Selain itu, kewajiban DMO dilakukan untuk memenuhi mandat Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang 1945. Aturan itu menyebutkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

"Hak dasar dari masyarakat untuk mendapatkan energi sebagai bagian dari kewajiban negara atau pemerintah untuk menyediakan," ujar dia.

Terkait larangan ekspor batu bara, Jokowi telah menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan domestik menjadi yang utama. "Dan sudah ada surat pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral," kata Arif.

Sebelumnya, Jokowi mendesak Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan PLN segera bertindak mencari solusi terbaik terkait masalah pasokan batu bara dalam negeri. Penyebabnya adalah tidak terpenuhinya komitmen produsen dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri atau DMO.

Pemerintah telah mengatur mekanisme DMO yang mewajibkan perusahaan tambang dapat memenuhi kebutuhan batu bara untuk sektor kelistrikan umum. Mekanisme tersebut tak boleh dilanggar dengan alasan apapun.

Menurutnya perusahaan yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dapat diberikan sanksi. Bahkan tak cukup hanya larangan izin ekspor, kalau perlu hingga pencabutan izin usaha.

"Saya minta Kementerian ESDM, Kementerian BUMN dan PLN segera mencari solusi terbaik demi kepentingan nasional. Prioritasnya adalah pemenuhan kebutuhan PLN dan industri dalam negeri," ujar dia seperti dikutip melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (3/1).

PLN menyatakan telah mendapatkan tambahan komitmen pasokan batu bara sebesar 3,2 juta ton untuk Januari 2022 dari total rencana 5,1 juta ton. Ini setelah penerapan sanksi larangan ekspor kepada seluruh pelaku usaha batu bara yang tidak memenuhi komitmen DMO diberlakukan.

Perusahaan menyampaikan tambahan komitmen pasokan batu bara ini didapat dari para pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dengan kondisi pasokan yang belum sepenuhnya aman, PLN akan memprioritaskan batu bara tersebut bagi pembangkit-pembangkit listrik dengan level hari operasi (HOP)-nya rendah.

PLN menegaskan masa kritis ini belum terlewati. Perusahaan pun akan mengerahkan semua sumber daya yang dimiliki dan menjalin koordinasi dengan Kementerian ESDM serta para pemangku kepentingan lainnya yang terkait rantai pasok batu bara.

Hal ini dilakukan demi mengamankan pasokan batu bara hingga mencapai minimal 20 HOP. Apalagi, pemerintah telah menegaskan bahwa kebutuhan batu bara untuk seluruh pembangkit listrik PLN merupakan kepentingan nasional yang harus didahulukan oleh setiap pemegang IUP dan IUPK.

Reporter: Rizky Alika