Anggota Komisi VII Desak DMO Batu Bara Diperketat Alih-alih Bentuk BLU

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan PT Karya Citra Nusantara (KCN), Marunda, Jakarta, Rabu (12/1/2022).
Penulis: Happy Fajrian
20/1/2022, 17.36 WIB

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyarankan agar pemerintah memperketat pelaksanaan kebijakan domestic market obligation (DMO) batu bara daripada berwacana membentuk Badan Layanan Umum (BLU) batu bara yang akan membolehkan penjualan batu bara ke PLN menggunakan harga pasar.

Hal ini terkait krisis pasokan batu bara yang terjadi pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN lantaran banyak produsen batu bara yang tidak memenuhi kewajiban DMO. Hal ini berujung sanksi larangan ekspor batu bara selama satu bulan.

"Konsep DMO sudah tepat, sehingga DPR termasuk PKS menolak konsep BLU. Yang perlu ditingkatkan adalah aspek pengawasan dan sanksi bagi pengusaha tambang yang membandel," kata Mulyanto seperti dikutip Antara, Kamis (20/1).

Ia menilai kebijakan DMO yang diatur dalam Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020, masih sangat menjamin alokasi dan harga batu bara untuk kebutuhan ketahanan energi nasional.

"Kebijakan DMO yang ada saat ini sudah sesuai dengan konstitusi dan UU, tinggal diperbaiki implementasinya saja dan dievaluasi secara berkala. Pemerintah harus bekerja keras untuk melaksanakan amanat kebijakan DMO ini," kata Mulyanto.

Ia berpendapat bahwa wacana pembentukan BLU secara tidak langsung menyalahi amanat UU No. 3 tahun 2020 tentang Minerba yang memiliki paradigma mengutamakan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri.

Sementara paradigma BLU memandang batu bara sebagai komoditas yang diperdagangkan secara bebas, termasuk ke luar negeri, serta apabila perusahaan negara membutuhkannya, maka harus membeli dengan harga pasar.

"Karena itu wacana pembentukan BLU ini tidak tepat. Ini tidak sesuai dengan paradigma UU Minerba dan upaya menjaga kedaulatan energi nasional. PLN perlu kontrak jangka panjang dan membeli langsung dari produsen, tidak melalui jalur trader," ujarnya.

Sebagai informasi, data Kementerian ESDM melaporkan realisasi DMO batu bara hingga akhir Desember 2021 mencapai 63,57 juta ton atau hanya sebesar 10% dari total produksi sepanjang tahun 2021 yang mencapai 611,23 juta ton.

Selain itu, selama lima tahun terakhir, realisasi DMO batu bara yang berhasil mencapai target 25% hanya terjadi pada 2018. Tercatat, realisasi DMO batu bara pada tahun itu sebesar 155,08 juta ton dari total produksi 557,77 juta ton. Artinya, realisasi DMO mencapai 27,8% pada 2018. Simak databoks berikut:

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan suplai batu bara ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) kian membaik dari hari ke hari.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menjamin bahwa masalah kekurangan batu bara yang sempat menyeruak sejak Agustus 2021 sampai awal Januari 2022 tidak akan terulang kembali.

"Saat ini, hari operasi (HOP) sudah jauh lebih baik dan dengan sendirinya ancaman atau kekhawatiran kita terhadap mati lampu atau pemadaman bergilir itu bisa dikatakan tidak terulangi," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Rabu (19/1).

Rida menjelaskan material batu bara sebagai bahan baku pembangkit listrik kini sudah mulai tersedia karena jadwal pengiriman dari produsen ke PLTU sudah normal, kapal-kapal tongkang maupun vessel juga sudah ada di pelabuhan.

Pemerintah melakukan pemantauan setiap hari untuk memastikan distribusi batu bara dari tambang ke pembangkit listrik berjalan baik. Selain itu, pemerintah juga memantau kondisi 17 PLTU yang sempat mengalami krisis pasokan batu bara agar hari operasinya bisa mencapai target minimum 20 HOP di akhir Januari 2022.

Reporter: Antara