Harga minyak mentah dunia tembus di atas US$ 90 per barel pada perdagangan Jumat (4/2) waktu Indonesia. Kenaikan harga pada level tersebut merupakan yang pertama kali sejak Oktober 2014. Lonjakan harga dipicu menyusul kekhwatiran pasokan dan faktor cuaca di Amerika Serikat.
Berdasarkan data Bloomberg per pukul 08.48 WIB, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman April 2022 naik 0,38% ke level US$ 91.46 per barel.
Sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2022 naik 0,49% ke level US$ 90.71 per barel.
Para analis mengaitkan kenaikan harga minyak dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap cuaca dingin berkepanjangan yang dapat mengganggu produksi di Texas, Amerika Serikat. Kondisi ini akan memperparah ketatnya pasar minyak dunia karena pasokan bisa terganggu.
Selain itu, ketegangan antara Rusia dan Barat atas sikap agresif Rusia terhadap Ukraina juga turut membuat pasar bergejolak.
Amerika Serikat pun memperingatkan bahwa Rusia berencana menggunakan serangan bertahap sebagai pembenaran dalam menyerang Ukraina.
Sementara, Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan aliansi pakta pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Barat atas meningkatnya ketegangan tersebut, bahkan saat ia telah memindahkan ribuan tentara ke dekat perbatasan Ukraina.
"Ketegangan di sekitar konflik Ukraina memberikan dukungan terhadap kenaikan harga minyak, dan kami memiliki permintaan global yang meningkat," kata Director of market research at Tradition Energy, Gary Cunningham dikutip dari Reuters, Jumat (5/2).
Harga minyak mentah acuan telah mengalami kenaikan selama berminggu-minggu di tengah ekspektasi bahwa pasokan akan semakin mengetat bahkan setelah produsen OPEC+ tetap berkomitmen pada rencana peningkatan produksi.
Permintaan juga tetap meningkat di tengah adanya varian baru virus Omicron.
OPEC+, pada pekan ini sepakat untuk mempertahankan kenaikan bulanan sebesar 400.000 barel per hari (bph). Meskipun ada tekanan dari konsumen untuk meningkatkan pasokan lebih cepat.
Sedangkan, Analis Goldman Sachs memperkirakan Brent akan mencapai ke level US$ 100 per barel pada kuartal ketiga ini. Broker telah memproyeksi bahwa OPEC+ dapat mempertimbangkan pelonggaran pemotongan produksi yang lebih cepat.