Harga Minyak Sentuh US$ 95/Barel, Pertamina Mulai Naikkan Harga BBM

ANTARA FOTO/Fauzan/foc.
Pertamina naikkan harga BBM non-subsidi, Pertamax Turbo, Dex, dan Dexlite mulai Sabtu (12/2).
Penulis: Happy Fajrian
14/2/2022, 10.21 WIB

Harga minyak pada hari Senin (14/2) mencapai level tertinggi dalam lebih dari tujuh tahun di tengah kekhawatiran invasi Ukraina oleh Rusia yang dapat memicu sanksi dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Sanksi ini dikhawatirkan mengganggu pasokan minyak di kondisi pasar yang sudah ketat.

Minyak mentah berjangka Brent berada di US$ 95,56 per barel, naik $1,12, atau 1,2%, setelah sebelumnya mencapai puncak $96,16, tertinggi sejak Oktober 2014. Minyak West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$ 1,28, atau 1,4%, menjadi US$ 94,38 per barel, tertinggi sejak September 2014.

Amerika Serikat menilai serangan Rusia ke Ukraina telah mengguncang pasar keuangan global. Rusia dinilai dapat menyerang Ukraina kapan saja dan mungkin membuat dalih mengejutkan untuk melakukan serangan.

"Jika mobilisasi pasukan terjadi, minyak mentah Brent tidak akan sulit naik di atas level US$ 100. Harga minyak akan tetap sangat fluktuatif dan sensitif terhadap perkembangan situasi Ukraina," kata analis OANDA Edward Moya, seperti dikutip Reuters, Senin (14/2).

Sering kenaikan harga minyak dunia, Pertamina mulai menyesuaikan harga BBM non subsidi. Perusahaan migas pelat merah ini menaikkan harga Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite, yang berlaku mulai Sabtu (12/2).

“Harga minyak mentah Indonesia atau ICP per Januari 2022 telah mencapai US$ 85 per barel, naik 17% dari indeks bulan sebelumnya. Kenaikan harga yang signifikan inilah yang membuat Pertamina lantas menyesuaikan harga BBM non subsidi,” kata Pjs Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting dalam keterangan tertulis.

Produk Pertamax Turbo (RON 98) kini dijual Rp 13.500 per liter, Pertamina Dex (CN 53) menjadi Rp 13.200 per liter, dan Dexlite (CN 51) menjadi Rp 12.150 per liter untuk wilayah DKI Jakarta atau daerah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 5%.

Sebelumnya harga Pertamax Turbo dijual Rp 12.000 per liter, Pertamina Dex Rp 11.050 per liter, dan Dexlite pada harga Rp 9.500 per liter. Sedangkan untuk BBM non subsidi lainnya berupa Pertamax dan Pertalite tidak mengalami penyesuaian harga.

"Meski mengalami penyesuaian, harga Pertamax Turbo dan Dex Series ini masih paling kompetitif jika dibandingkan dengan produk dengan kualitas setara," kata Irto.

Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa penyesuaian harga ini juga sudah sesuai regulasi Kepmen 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga jenis bahan bakar umum (JBU).

Sebelumnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan rencana penyesuaian harga Pertamax memang tak bisa dihindari karena harga minyak dunia terus melambung. Selain itu SPBU swasta sudah beberapa kali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Memang tak ada pilihan. Kalau tidak disesuaikan, dikhawatirkan justru berdampak terhadap pelayanan kepada konsumen," kata Ketua YLKI Tulus Abadi, Jumat (11/2).

Menurut dia, kondisi riil saat ini, dengan harga minyak dunia yang terus melambung membuat Pertamina tak punya opsi lain, kecuali menaikkan harga Pertamax. Harga minyak dunia jenis Brent misalnya sudah menyentuh level US$ 91,46 per barel yang merupakan tertinggi sejak 2014.

SPBU swasta sudah beberapa kali menaikkan harga BBM dengan jenis RON 92, lebih tinggi Rp 4.000 per liter di atas Pertamax yang dijual sekitar Rp 9.000 per liter.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai kenaikan harga minyak mentah akan berdampak pada sektor hilir Pertamina. Mengingat sampai saat ini mereka masih harus menanggung kerugian yang cukup signifikan untuk BBM umum jenis Pertalite dan Pertamax.

Oleh sebab itu, ia mendorong pemerintah memberikan keleluasaan bagi Pertamina untuk melakukan penyesuaian harga BBM umum. Jika tidak sampai ke nilai keekonomian, paling tidak 50%. "Kemarin saya mengusulkan untuk di angka Rp 1.500 per liter untuk Pertalite dan Pertamax sebagai jalan tengahnya," katanya.

Mamit khawatir jika dibiarkan maka keuangan perusahaan migas pelat merah ini akan terus tertekan. Meskipun, di sektor hulu mereka masih mendapatkan keuntungan di tengah harga minyak yang sedang bagus ini.