Perang Rusia Ukraina berpotensi mengancam pasokan energi dunia, yang telah melambungkan harga minyak dan gas. Hal ini lantaran Rusia merupakan negara produsen dan pengekspor minyak terbesar di dunia setelah Arab Saudi, dan juga pengekspor gas terbesar.
Harga minyak jenis Brent, yang merupakan harga minyak acuan dunia, pada Kamis (24/2) sempat menyentuh US$ 105 per barel, dan sementara ini stabil bergerak di level US$ 100 per barel.
Dunia pun berharap negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC akan mengintervensi lonjakan harga dengan meningkatkan produksinya lebih besar. Hal ini untuk mengantisipasi jika Rusia memangkas ekspor minyaknya. Namun hal tersebut sepertinya tidak akan terjadi.
Sejumlah pejabat dari negara anggota OPEC menyatakan bahwa tidak kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan produksi lebih tinggi lagi, meski Brent telah menembus level US$ 100. “Situasinya rumit dan volatil,” kata mereka seperti dikutip Oilprice.com, Jumat (25/2).
Menteri Energi Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mengatakan bahwa mereka tidak akan mengubah kebijakan penambahan produksi yang telah disepakati bersama anggota OPEC dan sekutunya, atau OPEC+, yakni untuk menambah produksi bulanan sebesar 400.000 barel per hari.
"Hati-hati, saya tahu banyak orang yang tidak menyukai kata itu, tapi saya akan terus berhati-hati dan (memperhatikan) kebutuhan untuk mempertahankan fleksibilitas dalam strategi kami dan mengadopsi perspektif jangka panjang," kata Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman al-Saud.
"Saya pikir rencana kami telah berhasil, dan saya tidak percaya bahwa pasar sangat kekurangan pasokan saat ini. Ini adalah faktor-faktor lain yang berada di luar tangan kami yang memengaruhi pasar," kata Menteri Energi UEA Suhail al Mazrouei.
Pejabat negara dua anggota OPEC lainnya juga mengirimkan sinyal yang sama dengan Arab Saudi dan UEA terkait pasokan minyak dan kemungkinan peningkatan produksi tambahan.
"Pasar akan memiliki lebih banyak minyak. Kami tidak akan menciptakan pertumbuhan apa pun pada penyimpanan komersial. Kami akan mengamankan semua permintaan dengan membuat pasokan yang dibutuhkan," kata Menteri Perminyakan Irak Ihsan Abdul Jabbar Ismail.
"Kami tidak akan melakukan sesuatu yang luar biasa saat ini karena kami mengharapkan banyak produksi. Sama sekali tidak perlu untuk meningkatkan produksi dari rencana saat ini," kata Menteri Energi Nigeria, Timipre Silva. Nigeria merupakan negara produsen minyak non-OPEC.
Pengamat energi sekaligus kolumnis Reuters George Hay mengatakan bahwa saat ini pasar minyak sangat ketat dan OPEC+ memproduksi minyak 3 juta barel per hari, lebih rendah dari yang mereka bisa, “Sebagian besar kapasitas cadangan itu dipegang oleh Arab Saudi dan UEA,” kata Hay.