Perang Rusia-Ukraina, Harga Batu Bara Acuan Melesat ke US$ 203,69/Ton

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Ilustrasi. Perang antara Rusia dan Ukraina menyebabkan terjadinya kendala pasokan gas di Eropa sehingga mendorong meningkatnya permintaan komoditas pengganti.
Editor: Agustiyanti
7/3/2022, 18.16 WIB

Kementerian ESDM menetapkan harga batu bara acuan (HBA) Maret 2022 sebesar US$ 203,69 per ton, naik US$ 15,31 per ton dibandingkan bulan sebelumnya US$ 188,38 per ton. Kenaikan HBA didorong oleh harga batu bara global yang melambung akibat perang Rusia dan Ukraina yang masih berlanjut.

"Konflik ketegangan geopolitik yang terjadi di Eropa Timur antara Rusia dan Ukraina menyebabkan ketidakpastian pada pasokan gas," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangan tertulis, Senin (7/3).

Agun menjelaskan, Rusia merupakan salah satu produsen gas terbesar di dunia. Hal ini membuat Perang antara Rusia dan Ukraina menyebabkan terjadinya kendala pasokan gas di Eropa. "Negara-negara Eropa bahkan mulai beralih ke batu bara sebagai sumber energi," ujarnya.

HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, total moisture 8%, total sulphur 0,8%, dan Ash 15%.

Harga ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batu bara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara free on board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel).

Ia menjelaskan, terdapat dua faktor turunan yang mempengaruhi pergerakan HBA yaitu, permintaan dan suplai. Faktor suplai dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis rantai pasok seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.

Sementara faktor permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.

Meski harga batu bara melonjak, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa meyakini krisis pasokan batu bara yang sempat terjadi pada akhir tahun lalu tak akan terulang kembali. Alasannya, menurut Febby, karena pemerintah telah memperketat ketentuan pelaksanaan aturan pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau DMO.

"Pemerintah juga memperbaiki pengawasan atau monitoring dan izin ekspornya," kata Fabby kepada Katadata.co.id, Senin (7/3). 

Namun, Fabby tak menutup kemungkinan pengusaha melanggar kewajiban karena selisih yang besar antara harga pasar internasional dan DMO. "Jadi untuk mencegah hal tersebut, pemerintah harus tegas memberikan sanksi jika ada yang melanggar," kata dia.

Reporter: Verda Nano Setiawan