Pelaku usaha migas memprediksi tren kenaikan harga minyak mentah dunia imbas perang Rusia dan Ukraina hanya bersifat sementara. Atas dasar itu, dampaknya tidak akan signifikan terhadap kegiatan investasi hulu migas di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal mengatakan kenaikan harga minyak saat ini justru menimbulkan gejolak sentimen pasar dan meningkatkan ketidakpastian investasi. Mengingat, pergerakannya cukup berfluktuasi atau naik turun.

Menurut Moshe, setidaknya hanya lapangan-lapangan produksi yang dapat memanfaatkan momentum kenaikan harga minyak ini. Salah satunya dengan menggenjot produksinya secara maksimal.

"Namun investasi yang sifatnya jangka panjang seperti eksplorasi, EOR, dan sebagainya masih akan tertekan dengan situasi investasi global yang semakin kompetitif di sektor migas," kata Moshe kepada Katadata.co.id, Kamis (10/3).

Harga minyak sempat menembus level US$ 130 per barel pada perdagangan kemarin, namun kenaikannya hanya sementara, dan kini mulai melambat ke kisaran US$ 122 per barel. Hal tersebut tentunya menyebabkan ketidakpastian terkait berapa lama harga minyak akan bertahan untuk terus naik di tengah perang Rusia dan Ukraina yang berkecamuk.

Untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak yang lebih tinggi di masa mendatang, pemerintah dinilai perlu segera memperbaiki iklim investasi. Beberapa di antaranya dengan memberikan insentif-insentif signifikan, serta meningkatkan kepastian investasi dengan Undang-Undang Migas baru yang dapat mendukung iklim investasi.

"Kita sudah melihat fluktuasi migas yang berdampak besar seperti di tahun 2008, 2014, 2020 yang lalu, dan kita tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi ke depannya," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Kepala SKK Migas, Fatar Yani Abdurrahman menyampaikan hingga saat ini belum ada laporan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk melakukan rencana pengembangan alias Plan of Development (POD) terhadap proyek migas yang mangkrak. Terutama di tengah kenaikan harga minyak mentah yang saat ini masih di atas US$ 100 per barel.

"Ini kan baru sesaat harga tinggi sekali. Kami masih menunggu dari KKKS tapi kita dorong saatnya untuk lanjut investasi," ujarnya.

Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (10/3) pukul 13.49 WIB, harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman April 2022 naik 0,8 % ke level US$ 109,57 per barel. Sedangkan harga minyak jenis brent untuk kontrak pengiriman Mei 2022 naik 1,6 % menjadi US$ 112,92 per barel. 

Reporter: Verda Nano Setiawan